"Alat yang sama, untuk mendorong.. yaya, kalau begitu..." diangkatnya terompah ke depan mulut dan dibunyikannya keras. Suara itu menggema sepanjang pantai, menyiapkan para prajurit akan kedatangan tamu-tamu mereka.
      Di belakang dekat horizon langit tampak tak ada, seperti menghilang.
      "Mereka mengikuti..."
      "Tentu! Tak mungkin mereka membiarkan kapal itu lolos! Oke, setelah ini, pada suara terompah yang kedua matikan mercusuar!"
      "Siap Panglima!" prajurit tadi akhirnya memberikan teropong kembali ke Panglima Malamo dan ia pun bergegas menuju ke arah belakang lampu mercusuar.
      Senyum tergores di wajah Malamo, ia seperti menemui sesuatu yang luar biasa,
"Dengan seluruh persiapan yang ada, tameng, senjata seperti terakol, kembang api, manusia terbang, hingga alat pendorong ajaib itu.. Belum lagi berita kedatangan pasukan dari selatan yang tak sedikit dan Malaka yang akan sampai besok. Pastilah ada rencana lain," ia bergumam ke dirinya sendiri.
      "Untungnya aku tahu apa itu Samudera dan Palembang Darussalam, sehingga tak perlu kucuriga.. Tapi siapa?"
      "Mungkinkah? Tapi.. hmmm..."
      "Tak pernah kujumpai lagi yang sehebat Diponegoro!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H