"satu dinar Malaka same dengan satu dinar di zaman rasulullah, yakni emas dengan bobot empat seperempat gram dan kadarnye dua puluh dua karat. Naa, satu dinar Mataram bobotnya hanya empat gram tapi kadarnye dua puluh empat karat," keduanya tak bisa menyembunyikan kebingungan mereka.
      "Loh, lebih ringan dinar mataram berarti dibandingkan dengan dinar malaka..." tanya Dalem.
      "Yup, betul sangat! Tapi kadarnye lebih besar dinar mataram sebanyak dua karat."
      "Pernah kite bandingkan, ketike dihitung untuk pertukaran 1 dinar mataram ditukar ke dinar malaka akan mendapat satu dinar Melaka dan dua dirham," jelas Pak Affar lebih jauh.
      "Ooh jadi 1 dinar mataram.. jika ditukar menjadi dinar malaka.. setara dengan 1 dinar malaka.. dan 2 dirham ya?" tanya Abdi sambil berpikir.
      "Yaa, tepat sekali!" Pak Affar tampak geli melihat mereka berdua.
      "Harusnya kalian ikut mengaji tentang uang ni, jadi tahu pule mana yang haram dan yang halal, haha..." candanya.
      "Oh iye, InsyaAllah ada konferensi di Malaka minggu ni, cobe kite bareng ke sana nanti. Kalau tak salah pesertanye juge dari seluruh Nusantara."
      Abdi dan Dalem hanya mengangguk-angguk, sementara Pak Affar tertawa ringan. Mereka lalu melanjutkan kegiatan di dapur setelah memilih domba yang cocok. Memotong domba dan mengulitinya dilakukan di ruangan khusus sebelah dapur yang berdekatan dengan jendela luar. Diselingi sholat Ashar, kegiatan ini berlangsung cukup lama sebelum mereka mulai memasak sebagian dagingnya dan menyimpan sebagiannya lagi untuk dimakan besok.
      Setelah magrib barulah masakan mereka matang, namun saat itu sudah menjelang isya' dan hidangan baru tersaji di meja makan. Seluruh awak kapal akan menyantap makan malam ba'da isya, kebanyakan mereka makan dengan lauk ikan. Beberapa bahkan masih menyimpan bahan makanan yang mereka bawa dari Malaka.
      "Huff, sudah laper ni Di.. capek bener dari siang tadi nyiapinnya..." gerutu Dalem.