Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku bersama Koper Berisi Mayat Emi Salide

9 April 2023   22:12 Diperbarui: 10 April 2023   21:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Entah berapa lama aku memeluk dan menangisi Emi Salide sayangku tapi kereta sudah berhenti entah di stasiun mana, entah sudah sampai Surabaya atau bukan karena aku tidak mendengar pengumuman dari pramugari kereta api karena sibuk menangis. Kuputuskan berhenti di sini saja.

Aku mulai muak dengan perjalanan ini.
Aku memasukan kembali tubuh Emi Salide ke dalam koperku. Aku taruh dia senyaman mungkin. 

Setelah melihat wajah jelitanya, aku tutup koperku rapat-rapat dan mulai melangkah keluar dari gerbong kereta. Aku melihat para satpam dan polisi sedikit lebih banyak dari biasanya, ah tak apalah aku siap ditangkap.

Aku duduk di salah satu bangku panjang tempat menunggu kereta. Sore hari ini sepertinya agak sepi penumpang yang naik. Aku melihat koperku yang kudirikan dekatku duduk. 

Dengan menaruh keningku di satu permukaan koper, aku bisikan kepada Emi yang ada di dalam koper "Ayo sayang, aku menunggumu untuk menyapaku".

Karena dibalut amarah dan kesedihan, aku merobohkan koperku dan membuka resletingnya. Aku buka lebar-lebar dan kubelai rambut Emi dengan lembut sambil memohon agar dia bangun.

Masa bodoh orang-orang melihat dan para petugas itu mendekat, mereka tidak tahu bahwa aku sangat menyayanginya.

"Benar kata kakek itu, aku membutuhkanmu", kataku. Para polisi dan satpam mulai berbisik-bisik melihatku.

"Maaf karena telah berniat menguburmu", kataku sambil mengelus pipinya. Seorang ibu yang duduk tak jauh dariku mulai berdiri kaget melihatku.

"Aku akan menunggumu hingga kau bangun", ujarku sambil menutup koper itu. Para polisi dan satpam sudah mulai berjalan kearahku dan orang-orang juga sudah menyadarinya. Aku pasrah.

"Tentu aku juga setia menunggumu sayang", suara perempuan dari dalam koper mematahkan rasa sedihku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun