Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku bersama Koper Berisi Mayat Emi Salide

9 April 2023   22:12 Diperbarui: 10 April 2023   21:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

"Segala cita-cita dan impian yang terlanjur kau bunuh dan kuburkan di pemakaman tempat orang berkeluh kesah saat dewasa tiba-tiba datang mencekikmu saat kau hendak tidur di usia senja. Bagai mayat yang baru bangkit dari kuburnya, mereka mulai membalaskan dendam pada kekasihnya yang diam-diam menikamnya dahulu. Sangat sakit, nak. Usia tuamu kau jadikan sebagai waktu untuk menyesal saja", cerita kakek itu padaku. 

Entah mengapa ceritanya ini sedikit menarik perhatianku, bodoh! Mengapa aku mulai tertarik mendengarkanya.

Dan seoalah-olah telah mendengar isi pikiranku tadi dia berkata, "Sekarang mengapa kau mulai tertarik mendengarkan? Hehe."

"Saya mendengarkan dari tadi, kok", kataku hendak beramah-tamah.

"Ya kalau begitu mari kita lanjutkan obrolan ini anak muda. Mengapa banyak pemuda yang membuang mimpinya demi kesenangan sesaat dan baru ditodong sedikit saja oleh masalah hidup?", tanya si Kakek kepadaku.

"Sepertinya zaman kakek dengan zamanku berbeda. Kita anak muda diasuh oleh gawai yang memanjakan kami lebih dari bapak-ibu kami sendiri. Segala kenaifan dunia dipertontonkan ponsel pintar kami sehingga kami tidak tahu bahwa tumbuh dewasa sedikit menyakitkan", aku menjawabnya.

"Ah iya, salahkan zaman dan situasi atas kesalahanmu. Begitu terus hingga kau menjadi manusia yang pasif tak bergerak. Salahkan ini dan itu, tidak usah bergerak!", tanggapan si Kakek membuatku terhenyak diam.

"Tapi perkembangan teknologi saat ini bukan suatu yang bisa dipandang sebelah mata menurutku. Darinya ilusi dunia yang tentram menyeruak masuk ke dalam kepala kami. Apa yang metafora bisa jadi nyata dan yang nyata bisa jadi metafora. Kata dan kalimat dibalik-balik. Huruf-hurufnya saling bertukar-tukar", kataku memperkuat argumen setelah hampir lima menit diam.

"Penumpang yang kami terhormat, sebentar lagi kita akan sampai di Stasiun Malang. Untuk semua penumpang yang mengakhiri perjalanan di Stasiun Malang, harap mempersiapkan barang bawaan Anda. Kami mengingatkan Anda untuk tetap di tempat duduk hingga kereta berhenti. Terima kasih telah menggunakan layanan kami dan sampai jumpa di perjalanan berikutnya.". bunyi announcer memecah obrolan kami.

"Ah sepertinya waktu kita mengobrol sudah berakhir", kata kakek itu padaku sambil berdiri mengambil tasnya di bagasi atas.

"Ya kek, terima kasih juga atas ilmunya tadi", kataku kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun