Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Aku bersama Koper Berisi Mayat Emi Salide

9 April 2023   22:12 Diperbarui: 10 April 2023   21:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: pixabay.com 

Aku melihat pengumuman orang hilang di televisi stasiun tempat ku menunggu kereta siang itu. Pengemumuan orang hilang ini tampaknya sangat bombastis karena dibawakan oleh seorang presenter cantik yang membacakan ciri-ciri korban. 

"Wanita bernama Emi Salide dinyatakan sudah hilang sejak puluhan tahun lalu", tukas presenter itu. 

"Hmm. Mengapa mereka baru mencarinya sekarang?', kataku dalam hati sambil beranjak pergi menyeret koperku karena keretaku sudah tiba. Mereka tidak tahu Emi Salide yang mereka cari sedang kuseret masuk dalam kereta tujuan Semarang-Surabaya ini.

Saat dirimu ingin membawa suatu rahasia besar ke sebuah perjalanan, hendaknya dirimu tetap tenang dalam riak muka namun siaga dalam pikiran. 

Menjadi kriminal membutuhkan kecerdasan dan kesiagaan. "Buk", seorang kakek tiba-tiba menyenggol koperku ini saat hendak memasuki gerbong kereta membuatku mendekap erat gagang troly koperku. 

"Maaf", kata kakek itu sambil berlalu masuk mencari nomer kursinya. Dasar tua bangka yang tidak lihat-lihat saat jalan, dia tidak tahu apa bahwa koper ini lebih penting dari dana pensiunnya.

Aku mencari nomer kursiku dan sialnya aku menemukan kursiku tepat berhadapan dengan si tua bangka itu. Seorang kakek yang memakai jaket abu-abu dan celana jeans kebesaran. 

Wajah keriputnya dapat menunjukkan dia berumur 60 tahunan, aku bertaruh bahkan bisa lebih tua. Mata yang melihat kesana-kemari seolah-olah ingin tahu semua urusan makhluk hidup di dunia ini, menyebalkan.  

Aku enggan menaikkan koperku ke bagasi atas, takut Emi kenapa-kenapa nantinya. Kuletakan koperku itu dekat kakiku. 

"Tidak dinaikan kopermu?", tanya kakek itu padaku. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun