“Nak Dana!!” ayah Melodi berteriak dan lari dari belakangku, dia begitu lambat. “Surat apa itu?”
“Silahkan dibaca, permisi.” Dokter tersebut pergi meninggalkan aku, ayah Melodi, dan surat yang diberikan dokter itu dari Melodi.
“Ayo dibuka nak!!” kata ayah Melodi.
“Nanti saja, aku ingin segera bertemu Melodi.” Ujarku kepada ayah Melodi.
Aku berlari menuju ruangannya dan akhirnya sampai tepat di depan ruangan rawat Melodi. Tanganku bergetar, jantungku berdetak kencang, dan keringat mengalir dari tubuhku. Dengan menghela nafas panjang, aku memberanikan diri untuk membuka pintu itu.
“Hai Melodi, apa ka... bar?” aku terkejut. Tidak ada Melodi di dalam. Hanya ada seorang suster yang merapikan tempat tidur Melodi.
Aku tersenyum kepada suster dan bertanya, “Sus, Melodi dimana?” tanyaku kepada suster dengan spekulasi Melodi sedang dioperasi.
“Melodi telah meninggal, dia baru saja dikirim ke pemakaman untuk dimakamkan.”
Dengan senyumku yang masih lebar, air mata memancar secara tiba-tiba dari mataku.
“Melodi!!” terdengar suara ayah Melodi yang sedang berlari.
“Nak Dana, dimana dia?” tanya ayah Melodi dengan polosnya yang tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.