Hanya dua kabupaten yang menunjukkan kinerja lebih baik dengan memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), yakni Kabupaten Sorong Selatan yang mempertahankan opini WDP selama dua tahun berturut-turut, dan Kabupaten Teluk Bintuni yang menunjukkan peningkatan. Sementara lima daerah yang mendapat opini disclaimer adalah Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kaimana, Raja Ampat, dan Tambrauw.
Kasub Hukum dan Humas BPK-RI Perwakilan Provinsi Papua Barat, Ruly Ferdian, menjelaskan bahwa pemeriksaan LKPD dilakukan rutin setiap akhir tahun anggaran per 31 Desember. Ia menekankan tiga komponen utama yang diminta dalam LKPD: neraca, realisasi anggaran, dan laporan analisa kas. Untuk meningkatkan opini, laporan keuangan harus disajikan sesuai standar akuntansi pemerintahan.
"Tindak lanjut LHP oleh Provinsi Papua Barat dan kabupaten/kota masih tergolong paling rendah dibanding provinsi lain," ungkap Ruly. BPK mengharapkan peran aktif DPRD dalam fungsi pengawasan, termasuk mengundang kepala daerah untuk membahas temuan-temuan dalam LHP.
Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemerintah daerah wajib memberikan tindak lanjut hasil pemeriksaan secara tertulis kepada BPK RI dalam waktu maksimal 60 hari setelah LHP diterima.
Empat kabupaten lainnya - Manokwari, Fakfak, Maybrat, dan Teluk Wondama - serta Pemerintah Provinsi Papua Barat masih dalam proses pemeriksaan. Sebelumnya, Provinsi Papua Barat selalu mendapat opini disclaimer dalam beberapa tahun terakhir.
Dari pernyataan diatas BPK memberikan opini “Disclaimer” atau tidak memberikan pendapat ke beberapa kabupaten di Papua Barat. Penyebabnya adalah kurangnya data dan akses yang memadai untuk menyelesaikan audit. Sesuai teori, ini adalah situasi di mana auditor nggak bisa ambil kesimpulan karena keterbatasan informasi. Hal ini bisa terjadi di lapangan, terutama di daerah-daerah yang akses informasinya masih terbatas.
Melihat contoh di atas, kita bisa simpulkan bahwa teori dalam pelaporan audit sebenarnya sudah cukup akurat dalam mendeskripsikan situasi di lapangan. Tapi, praktiknya kadang lebih rumit karena ada banyak faktor lain, seperti politik, budaya organisasi, dan kendala teknis. Auditor tidak hanya memegang teori sebagai pedoman, tapi juga butuh keahlian komunikasi dan negosiasi untuk menangani berbagai kepentingan dalam perusahaan atau pemerintah.
Penting banget memahami bahwa laporan audit bukan sekadar checklist dari aturan yang harus dipenuhi. Ini adalah kombinasi dari pengetahuan teknis dan wawasan tentang perusahaan atau organisasi yang diaudit. Dengan demikian, kita gak cuma memastikan laporan keuangan benar, tapi juga ikut mendorong transparansi di masyarakat.
Pada akhirnya, opini audit adalah cermin dari seberapa siap sebuah entitas menghadapi pengawasan. Ini adalah tanda bahwa entitas tersebut peduli dan mau bertanggung jawab. Dan ini bukan hanya tentang menyajikan laporan tapi juga memastikan bahwa setiap angka dan laporan itu bisa dipegang oleh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H