Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Kembali Hilang

8 Mei 2020   20:38 Diperbarui: 8 Mei 2020   21:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengapa telponnya tidak diangkat ya?" Nira keheranan.

"Apakah yang terjadi, Dika? Jangan membuatku khawatir seperti ini. Mengapa sejak tadi kau tidak menghubungiku?" Nira berkata sendiri penuh kekhawatiran.
Tiba-tiba telpon Nira berdering, ternyata Andika menghubunginya juga.

"Hallo, selamat malam. Apakah betul ini dengan Mbak Nira? Yang dari tadi menelpon ke nomor pemilik telpon ini." Sahut suara dari sebrang yqng tidak dikenalinya.

"Ya, hallo... Betul saya sendiri, Nira. Anda siapa? Mengapa telpon tunangan saya ada pada anda?" Nira balik bertanya dengan heran.

"Maaf, Mbak Nira. Saya perawat di RSUD Karawang mau memberi kabar jika Mas yang punya telpon ini mengalami kecelakaan mobil di jalan tol. Dia sedang koma saat ini, silahkan anda bisa datang ke rumah sakit untuk memastikannya dan... " Sahut suara tadi.
Semuanya sudah tak jelas lagi didengar oleh Nira karena ia pingsan setelah mendengar kabar tentang kecelakaan. Sambungan telpon pun dilanjutkan oleh adiknya untuk memastikan informasi yang sebenarnya.

Ketika Nira sadar, ia telah berada di dalam mobil sambil didekap oleh ibu dan adiknya. Airmatanya tak berhenti berderai, isak tangisnya pun kian parau menahan kesedihannya. Ia tak mampu lagi tuk berpikir tentang pernikahannya. Kabar tadi telah merenggut alam pikirnya.

Setibanya di rumah sakit, Nira langsung lari menghampiri ruang ICU tempat Andika dirawat. Sungguh pemandangan yang memilukan begitu Nira melihat keadaan Andika. Dan seperti yang sedang menunggu kedatangan Nira, tiba-tiba Andika sadar dari komanya, namun keadaannya lemah sekali tak sedikit pun suaranya terdengar oleh Nira. Andika nampak mengangkat tangannya untuk mengelus rambut Nira yang berada dekat tempat tidurnya, namun tangan itu kemudian terjatuh kembali diiringi suara alat di sebelahnya yang berbunyi panjang dengan gambar garis lurus panjang. Dokter pun memeriksanya lalu tak lama kemudian berkata,

"Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Maaf, Mbak. Pasien sudah tidak dapat tertolong lagi. Allah telah mengambilnya, yang tabah ya, mbak." Detik-detik inilah yang sungguh sangat menyakitkan bagi Nira, hingga ia tak dapat menahannya lagi kemudian pingsan.

Malang nian nasib Nira, ketika bahagia akan menjemputnya namun pedih pun merenggutnya lebih dahulu. Karam sudah kapal yang ia impikan tuk berlayar bersama dengan Andika. Tinggallah di depannya batu nisan bertuliskan sebuah nama yang telah membuatnya bahagia dalam waktu dua tahun kemarin. Kini telah sirna bahagianya seakan terbawa oleh jasad kekasihnya di pusara itu.

Nira berjalan gontai sendiri menyusuri jalan setapak keluar dari area pemakaman umum.
Sudah hampir setengah tahun, Nira dengan setia terus menziarahi pusara kekasihnya. Ia hanya meluahkan airmatanya setelah berdoa untuk arwah kekasihnya. Wajah cerianya kini telah tiada, hanya pandangannya yang kosong nampak menyedihkan sekali.

Semangat hidupnya pun telah hilang, ia hanya menghabiskan waktunya setiap hari untuk berada di dalam kamar sambil mendekap baju kebaya yang rencanya akan dipakai saat pernikahannya dengan Andika. Dan di tempat tidurnya tergeletak sebuah kotak yang berisikan sepasang cincin perkawinannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun