Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memimpin Fasilitas Kesehatan TNI dan Urgensi Internalisasi Nilai Kejuangan Pahlawan Kesehatan

29 Oktober 2020   07:13 Diperbarui: 30 Oktober 2020   09:30 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Sakit Kapal KRI dr. Soeharso 990, sumber foto: garudamiliter.blogspotcom, 22 April 2012

Asas kepemimpinan TNI

Wacana kepemimpinan selalu aktual sepanjang jaman, saat Raden Wijaya mengalahkan balatentara Kubilai Khan, Gajahmada mempersatukan Nusantara, Diponegoro melawan VOC, Letkol I Gusti Ngurah Rai dalam perang puputan, Panglima Besar Sudirman pada perang gerilya, Komodor Yos Sudarso pada operasi Trikora, hingga saat  ini bila dalam suatu korporasi rapat pemegang saham memutuskan perlunya mengganti struktur direksi.

Pada setiap situasi tersebut, diyakini terdapat nilai-nilai yang sama yang dianut dan dipraktekkan oleh individu yang disebut sebagai pemimpin dalam mengendalikan sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Achua dan Lussier berpendapat kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi pemimpin dan pengikut untuk mencapai sasaran organisasi melalui perubahan, di mana terdapat elemen Leaders -- Followers, Influence, Organizational Objectives, Change, dan People (Wibowo, 2010 : 4)<1>. 

Good followers bukan sekadar mengikuti pemimpin tanpa memberi masukan yang mampu mempengaruhi pemimpin dan influence adalah esensi kepemimpinan karena ada proses mengkomunikasikan gagasan; memperoleh penerimaan; memotivasi pengikut dan mengimplementasikan gagasan melalui perubahan.

Organizational objectives dimaksudkan adanya kerja sama anggota organisasi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan leader maupun follower; masa depan dan tujuan bersama yang memotivasi mereka menuju hasil yang lebih disukai. 

Selanjutnya leader dan follower harus terbuka terhadap adanya perubahan. Patut menjadi perhatian pula bahwa terdapat hubungan langsung antara keberhasilan finansial dan komitmen praktek kepemimpinan yang memperlakukan orang sebagai aset.

Menurut Colquitt dkk, kepemimpinan adalah penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktifitas pengikut pada pencapaian tujuan, di mana pengarahan dapat mempengaruhi interpretasi pengikut terhadap tujuan utama, hubungan mereka dengan pengikut lain dan akses mereka pada kerja sama dan dukungan dari unit kerja lain (Wibowo, 2018 :6).

Dari berbagai pendapat tersebut Wibowo merumuskan pengertian kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi, memotivasi, mendorong dan memfasilitasi aktivitas segenap sumber daya manusia untuk memberikan komitmen dan kontribusi terbaiknya untuk mencapai tujuan organisasi.

Bagaimana kepemimpinan dipraktekkan di lingkungan Kesehatan TNI? Setiap perwira TNI pada dasarnya adalah seorang pemimpin. Dengan demikian terhadap setiap perwira TNI telah dipersiapkan terstruktur di lembaga pendidikan bekal kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan baik teknis, taktis maupun strategis agar dapat mengampu organisasi yang diawaki sesuai strata pangkatnya dan jabatan yang diemban. Jajaran TNI mengenal 11 asas kepemimpinan yaitu :

  • Taqwa : Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepadaNya.
    Ing ngarsa Sung Tulada : Memberi suri tauladan di hadapan anak buah
    Ing Madya mangun karsa : Ikut bergiat serta menggugah semangat di tengah anak buah
    Tut wuri handayani : Mempengaruhi dan memberi dorongan dari belakang kepada anak buah
    Waspada Purba Wisesa : Selalu waspada mengawasi, serta sanggup dan memberi koreksi kepada anak buah
    Ambeg Para Arta : Dapat memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan.
    Prasaja : Tingkah laku yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan
    Satya : Sikap loyal timbal balik, dari atasan terhadap bawahan dan dari bawahan terhadap atasan dan ke samping.
    Gemi Nastiti : Kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan.
    Belaka : Kemauan, kerelaan dan keberanian untuk mempertanggungjawabkan tindakannya.
    Legawa : Kemauan, kerelaan dan keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggungjawab dan kedudukan kepada generasi berikutnya.

Apabila dicermati dengan seksama maka asas kepemimpinan TNI relevan bahkan lebih rinci dibandingkan definisi dari referensi yang ada maupun bila referensi tersebut dikombinasikan saling melengkapi menjadi satu rumusan kepemimpinan. 

Dibandingkan dengan model kepemimpinan organisasi pada umumnya, pada kepemimpinan militer terdapat norma universal tentang dinamika "membunuh" atau "dibunuh" serta "bertahan" atau "mati" yang membawa kepada menang atau kalahnya pertempuran.

Pelaksanaan kepemimpinan TNI juga bukan hanya persoalan keberhasilan tugas secara duniawi, namun juga dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. 

Demikian juga kepemimpinan TNI memberikan rambu-rambu bahwa ada masa untuk menyerahkan tanggungjawab dan kedudukan kepada generasi berikutnya dengan lapang dada serta kesadaran mempersiapkan hal tersebut. Dengan demikian secara alamiah terdapat transfer kecakapan kepemimpinan antar perwira sebagai atasan dan  bawahan.

Memimpin fasilitas kesehatan TNI dan tantangan kekinian

Keberhasilan pelaksanaan tugas TNI sangat dipengaruhi oleh kemampuan setiap personel yang mengawaki organisasi, terutama kemampuan dalam melaksanakan setiap tugas serta menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berubah dengan cepat. 

Agar tugas pokok TNI dapat dilaksanakan dengan baik secara berhasil dan berdaya guna, di mana personel merupakan unsur utama yang menentukan, maka dilaksanakan pembinaan personel sebagai bagian integral dari sistem pembinaan TNI, termasuk dalam hal ini pembinaan personel perwira kesehatan untuk memimpin organisasi fasilitas kesehatan (faskes) TNI.

Di lingkungan TNI, setiap perwira TNI pada dasarnya adalah seorang pemimpin. Dalam Pola Dasar Karier Perwira terkandung upaya  pembinaan untuk mewujudkan kualifikasi perwira yang kelak berperan sebagai pimpinan, pemikir, pemrakarsa, penggerak, penentu dan penanggung jawab keberhasilan misi TNI. 

Dengan demikian sepanjang kariernya seorang perwira kesehatan TNI akan terus menerus terlibat pada proses mempengaruhi dan memotivasi lingkungan yang dipimpinnya, sesuai strata pangkat dan jabatan yang diemban dalam melaksanakan pembinaan kesehatan TNI untuk mendukung terwujudnya tugas pokok TNI.

Berbagai pendidikan pengembangan umum dan pengembangan spesialis diadakan oleh Lembaga Pendidikan TNI  untuk mewujudkan kompetensi perwira di bidang tugas dan jabatannya, termasuk di bidang kesehatan. 

Upaya pembinaan kualitas kepemimpinan perwira TNI mengacu kepada tetap lestarinya tradisi kepejuangan, sebagai kekuatan pertahanan negara. 

Kompetensi perwira kesehatan TNI dengan didukung internalisasi tradisi kejuangan itulah yang diterapkan para perwira kesehatan TNI sebagai seni kepemimpinan dalam mengelola faskes, lembaga kesehatan dan rumah sakit TNI sebagai bagian dari Sistem Kesehatan Nasional.

Pengelolaan rumah sakit merupakan kegiatan yang kompleks, karena padat modal, padat teknologi, padat karya, potensi masalah hukum, dan beban sosial terkait keberadaannya di tengah masyarakat serta pertimbangan aspek ekonomi beaya operasional. 

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, manajemen rumah sakit TNI pun harus berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien sebagai proses yang tidak pernah berhenti. 

Untuk itu upaya mewujudkan good clinical and hospital governance oleh manajemen rumah sakit TNI akan diakreditasi secara periodik.  

Dihadapkan kepada perkembangan lingkungan strategis global; kawasan; regional, regulasi nasional dan perkembangan iptek kedokteran/kesehatan, maka penerapan  kepemimpinan militer dengan 11 azas TNI oleh para perwira kesehatan TNI akan menghadapi berbagai tantangan kekinian.

Pertama, Kesehatan TNI harus mengambil inisiatif dalam menghadapi isu keamanan global maupun kawasan. 

Kesehatan TNI dapat mengembangkan kerja sama kesehatan militer antar negara baik bilateral maupun multilateral dengan semangat  patnership. Interoperabilitas serta pertukaran pengetahuan dan ilmu kedokteran militer. 

Dengan upaya tersebut, Kesehatan TNI dapat mengambil peran melaksanakan kebijakan pemerintah melakukan soft power diplomacy. Kerja sama multilateral kesehatan militer bukan hanya dilaksanakan pada saat situasi normal. 

Dalam situasi pandemi Covid-19 pun kegiatan multilateral dilaksanakan dan memberi arti penting perlunya seluruh dunia bahu membahu mengatasi persoalan bencana kesehatan.

Dalam skala yang lebih luas, Indonesia pun berperan terlibat dalam penanganan isu keamanan kesehatan di seluruh dunia melalui forum Global Health Security Agenda (GHSA). 

Seluruh bentuk kerja sama multilateral kesehatan militer tersebut juga merupakan bagian dari upaya Confidence Building Measure di tingkat regional, kawasan maupun global.

Di tengah rivalitas dalam isu keamanan kawasan negara adi daya, setidaknya kegiatan bilateral dan multilateral tersebut diharapkan dapat meredakan ketegangan. 

Di kancah internasional, profesionalisme kesehatan TNI pun ditunjukkan melalui peran sertanya sebagai pasukan PBB pada misi operasi pemeliharaan perdamaian  

Kedua, Kesehatan TNI pun harus mengakomodasi peningkatan beban pembinaan kesehatan dengan adanya validasi organisasi TNI. 

Terbitnya Perpres Nomor 66 tahun 2019 tentang Perubahan Organisasi TNI mengharuskan Kesehatan TNI menata organisasi dan memperhitungkan gelar kekuatan fasilitas kesehatan setidaknya dengan parameter memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force (MEF). 

Menghadapi keterbatasan anggaran maka konsep trimatra terpadu tampaknya paling relevan untuk memenuhi kebutuhan dukungan dan pelayanan kesehatan sehubungan dengan validasi organisasi TNI.

Terbentuknya Kogabwilwan, Kotama Operasi dan satuan pelaksana operasional baru di bawah kendalinya seharusnya diikuti terbukanya akses pelayanan kesehatan trimatra terpadu. Hadirnya satuan kewilyahan baru tidak perlu diikuti dengan setiap matra angkatan membangun rumah sakit baru untuk melayani setiap satuan kewilayahannya. 

Dalam hal ini cukup rumah sakit yang sudah ada ditingkatkan kemampuannya agar bisa dipergunakan secara interoperabilitas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan seluruh satuan TNI di wilayah yang sama. 

Dengan demikian Kotama Operasi dan satuan pelaksananya fokus mengembangkan organisasi satuan kesehatan beserta material kesehatan yang relevan untuk kepentingan dukungan kesehatan pada operasi dan latihan. 

Para tenaga kesehatan satuan tempur dapat memelihara kemampuan profesi teknis medis secara berkala di rumah sakit TNI bila tidak ada kegiatan operasi dan latihan.

Ketiga, Kesehatan TNI juga harus adaptif terhadap berbagai regulasi nasional tentang bencana dan krisis kesehatan, termasuk kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Krisis kesehatan akibat bencana pandemi Covid-19 yang hingga kini belum ada tanda-tanda kapan berakhir dan Kementerian Kesehatan RI hingga beberapa kali harus merevisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19. 

Hal ini telah memberi pelajaran berharga terhadap seluruh komponen bangsa termasuk Kesehatan TNI untuk menghadapi perang berlarut melawan penyakit.

Pembenahan perangkat lunak penyelenggaraan mitigasi bencana alam dan non alam internal maupun eksternal fasilitas kesehatan, mutlak harus menjadi prioritas untuk mendorong terwujudnya tata kelola klinik menghadapi setiap new emerging disesase dan penyakit potensial wabah baik yang murni bencana maupun akibat serangan lawan dalam perang modern. 

Kotama operasional yang membawahi Batalyon Kesehatan, rumah sakit lapangan dan kapal rumah sakit maupun Detasemen Kesehatan Wilayah, harus menyiapkan Medical Standby Force. Satuan kesehatan operasional tersebut harus dibina dan menjalani latihan berkala penanggulangan bencana dan dapat digerakkan cepat ke seluruh daerah potensi bencana.  

Luasnya wilayah kedaulatan NKRI yang harus dilindungi juga membuktikan bahwa bertumpu kepada satu rumah sakit infeksi sebagai rujukan nasional merupakan kekeliruan. Sebaliknya disrtribusi penguatan laboratorium dan fasilitas rujukan serta rumah sakit sandaran TNI menjadi kebutruhan karena outbreak dan serangan lawan bisa terjadi di seluruh wilayah NKRI.

Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa telah terjadi ancaman faktual yang menuntut kesiapan dan penguatan bukan hanya lembaga riset sipil, namun juga lembaga riset kesehatan, lembaga biovaksin lembaga farmasi serta intelejen medis TNI baik organisasi, personel maupun infrastrukturnya. 

Pandemi Covid-19 juga membuktikan bahwa seluruh sumber daya manusia jajaran kesehatan baik sipil maupun militer seluruhnya mengambil peran penting sebagai agen pertahanan.

Tanpa mengabaikan tugas, peran dan fungsi asasinya, Kesehatan TNI juga berkewajiban mendukung peningkatan dan pemerataan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehubungan dengan adanya target tercapainya Universal Health Coverage sebagai implementasi JKN.  

Wacana penghapusan kelas pelayanan pasien BPJS dan Kelas Rumah Sakit tidak boleh mengorbankan pelayanan utama rumah sakit TNI bagi prajurit dan keluarganya. 

Penyakit kronis BPJS yang terlambat membayar klaim rumah sakit yang dialami seluruh rumah sakit termasuk rumah sakit TNI, berpotensi mengganggu operasional pelayanan kesehatan. Namun pada situasi ini pelayanan bagi prajurit dan keluarganya serta purnawirawan oleh faskes TNI tetap harus diprioritaskan.

Keempat, tantangan pada millennium saat ini juga menunjukkan bahwa perwira Kesehatan TNI harus memiliki kemampuan Enterpreneur Leader. 

Djohan (2016 : 171) mendefinisikan enterpreneur adalah seseorang yang memiliki sikap mental yang mampu melihat peluang atau menciptakan peluang, kemudian mewujudkan peluang tersebut dengan sumber daya yang ada serta berani menanggung resiko yang telah diperhitungkan. 

Enterpreneur Leader adalah pemimpin yang memiliki sikap mental enterpreneur. Untuk keperluan ini para dokter militer mengembangkan kemampuannya sesuai pengalaman tugas dilandasi Azas Kepemimpinan TNI yang relevan, khususnya Ambeg Parama Arta (Azas 6), Prasaja (Azas 7),Gemi Nastiti (Azas 9) dan Belaka (Azas 10).

TNI tidak boleh berbisnis, namun pelayanan kesehatan rumah sakit TNI pun harus dikelola dengan manajemen modern layaknya pelaku industri jasa kesehatan yang berorientasi kepada good clinical and hospital governance. 

Patut pula disimak bagaimana seorang Dan Carrison, yang mantan anggota US Marine kemudian menjadi pemimpin bisnis yang sukses. Dia mengakui bahwa pelatihan Korps Marinir mempersiapkannya untuk memimpin marinir memasuki pertempuran, tetapi banyak pelajaran yang dia peroleh juga dapat diterapkan di medan tempur pasar.

Internalisasi nilai kejuangan pahlawan kesehatan

Kepemimpinan TNI tidak hanya mengandalkan kompetensi teknis, taktis dan strategis sesuai strata pangkat dan jabatan, namun memerlukan internalisasi nilai kejuangan agar dapat melaksanakan 11 asas kepemimpinan TNI. 

Para perwira kesehatan TNI dapat melakukan internalisasi nilai kejuangan dengan selalu menghayati perjuangan para pendahulu dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dan perjuangan fisik pada periode pergerakan kebangsaan, perang kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. 

Mengutamakan panggilan tugas negara dari pada keinginan membangun karier pribadi, bahkan rela berkorban jiwa telah dilakukan para dokter pejuang pada setiap periode perjalanan bangsa.

Setiap organisasi atau entitas pasti memiliki personel inti, demikian pula organisasi kesehatan TNI yang diantaranya terdiri dari para dokter merupakan personel inti sebagai pemimpin fasilitas, rumah sakit dan lembaga kesehatan TNI. Para dokter TNI seyogyanya meneladani kiprah dokter pribumi jaman pergerakan prakemedekaan.

Dilahirkan dari lembaga pendidikan kedokteran kolonial, yang semula ditujukan untuk menjadi mesin administrasi dan produksi pemerintah kolonial, justru menghasilan sosok dengan kesadaran nasionalis dan menginisiasi organisasi pergerakan Boedi Oetomo pada tahun 1908. 

Para mahasiswa kedokteran juga mendirikan asosiasi pemuda, meski semula berdasar afiliasi etnis, namun sadar memikirkan masa depan Hindia Belanda dan menggabungan diri menjadi pergerakan Indonesia Muda.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 semua gerakan pemuda Indonesia mencanangkan apa yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda (Pols, 2019   110 -- 125)<3>.

Peran para dokter sebagai inisiator gerakan kebangsaan berlanjut pada masa perjuangan fisik merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mahasiswa kedokteran dan para dokter menunjukkan kegigihan mereka dalam mendukung pasukan Republik di berbagai palagan pertempuran sambil tetap melayani masyarakat dan hal ini menimbulkan respek dari para pejuang kemerdekaan.

Prof.  MA. Hanafiah menyebutkan bahwa pada masa pendudukan Jepang terdapat 19 dokter yang gugur di Maluku, Kalimantan, Sumatra dan Jawa, sedang pada masa perang kemerdekaan di seluruh Jawa  terdapat 9 orang dokter sipil yang gugur dan 8 orang dokter militer yang gugur  (Satrio, 1978 : 205-206)<4>.

Memasuki fase konsolidasi pasca ditumpasnya berbagai pemberontakan, pemerintah RI mulai melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk ksehatan. 

Para dokter tetap loyal melaksanakan kebijakan pemerintah yang mendistribusikan dokter ke seluruh wilayah, khususnya daerah perifer yang terpencil, tertinggal dan terdepan Indonesia untuk mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan. 

Daerah dengan resiko tinggi adanya penyakit endemis, kecelakaan kerja akibat sulitnya medan tugas dan resiko keamanan separatisme, membuat beberapa dokter berkorban jiwa. 

Pencapaian hasil pembangunan di seluruh tanah air yang ditandai dengan meningkatnya angka parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM), diantaranya merupakan kontribusi para tenaga kesehatan, termasuk para dokter.

Kini di tengah pandemi Covid-19, negeri kembali meminta para insan kedokteran untuk melakukan bakti profesi dengan penuh dedikasi. Tradisi pejuang yang tidak menyerah dan rela berkorban jiwa dibuktikan kembali dengan gugurnya 130 dokter  dan 92 perawat sampai tanggal 4 Oktober 2020 (www.kompas.com, 4/10/2020)<5>. 

Hal ini mengingatkan kembali catatan Prof Hanafiah yang menyebut pengorbanan para dokter ini menandai adanya tradisi pejuang yang tak pernah putus sejak jaman pergerakan kebangsaan hingga kini kita mengisi kemerdekaan.

Wasana kata

Sesuai perkembangan lingkungan strategis global, kawasan dan regional, berbagai tatanan nasional serta perkembangan iptek kedokteran/kesehatan, maka Kesehatan TNI harus tanggap terhadap tantangan yang menyertai perkembangan situasi tersebut. 

Tantangan tersebut bagi Kesehatan TNI terkini meliputi kemampuan terlibat melaksanakan  soft power diplomacy dalam berbagai isu keamanan khususnya bidang  kesehatan, perubahan dan validasi organisasi TNI, tanggap terhadap regulasi nasional kebencanaan dan krisis kesehatan nasional serta pentingnya perwira kesehatan memiliki wawasan interpreneur leader. 

Keseluruhan tantangan tugas tersebut harus diatasi oleh setiap perwira kesehatan TNI sebagai calon maupun pemimpin satuan; fasilitas; lembaga; rumah sakit TNI dengan dilandasi 11 azas kepemimpinan.  

Nilai-nilai kejuangan yang telah diwariskan para dokter melalui darma bakti di era pergerakan kebangsaan, merebut dan mempertahankan kemerdekaan serta gugurnya para dokter pada fase mengisi kemerdekaan harus dihayati setiap perwira kesehatan TNI. 

Internalisasi nilai kejuangan para dokter pendahulu pada jamannya tetap relevan sepanjang masa dan diperlukan sebagai rambu-rambu pengarah agar setiap perwira kesehatan dalam melaksanakan tugas jabatan berkarya yang terbaik bagi negerinya, dengan mentaati 11 asas kepemimpinan dan tidak menciderai kehormatan tradisi luhur sebagai prajurit pejuang.

"Selama laut masih bergelombang, TNI AL akan tetap mengarunginya, dan selama TNI AL tegak berdiri menjaga NKRI, Korps Kesehatan akan menyertainya".


Pudji Widodo
Sidoarjo, 28102020

(ditulis untuk merajut rangkaian peringatan Hari Kesehatan TNI AL 9 Oktober 2020, Hari Dokter Nasional 24 Oktober 2020 dan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020).


Sumber :
1. Wibowo. Kepemimpinan, Pemahaman Dasar, Pandangan Konvensional dan Gagasan kontemporer. PT RajaGrafindo Persada, Depok, 2018.
2. Djohan, AJ. Lima Pilar Kepemimpinan di Abad 21. Media Nusa Creative, Malang, 2016.
3. Pols, H. Merawat Bangsa, Sejarah Pergerakan Para Dokter Indonesia. Penerbit Buku Kompas, 2019.
4. Satrio dkk. Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia. Depkes RI, 1978.
5. Pranita E. Kompas, 4 Oktober 2020, diakses 27 Oktober 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun