Di tengah rivalitas dalam isu keamanan kawasan negara adi daya, setidaknya kegiatan bilateral dan multilateral tersebut diharapkan dapat meredakan ketegangan.Â
Di kancah internasional, profesionalisme kesehatan TNI pun ditunjukkan melalui peran sertanya sebagai pasukan PBB pada misi operasi pemeliharaan perdamaian Â
Kedua, Kesehatan TNI pun harus mengakomodasi peningkatan beban pembinaan kesehatan dengan adanya validasi organisasi TNI.Â
Terbitnya Perpres Nomor 66 tahun 2019 tentang Perubahan Organisasi TNI mengharuskan Kesehatan TNI menata organisasi dan memperhitungkan gelar kekuatan fasilitas kesehatan setidaknya dengan parameter memenuhi kebutuhan Minimum Essential Force (MEF).Â
Menghadapi keterbatasan anggaran maka konsep trimatra terpadu tampaknya paling relevan untuk memenuhi kebutuhan dukungan dan pelayanan kesehatan sehubungan dengan validasi organisasi TNI.
Terbentuknya Kogabwilwan, Kotama Operasi dan satuan pelaksana operasional baru di bawah kendalinya seharusnya diikuti terbukanya akses pelayanan kesehatan trimatra terpadu. Hadirnya satuan kewilyahan baru tidak perlu diikuti dengan setiap matra angkatan membangun rumah sakit baru untuk melayani setiap satuan kewilayahannya.Â
Dalam hal ini cukup rumah sakit yang sudah ada ditingkatkan kemampuannya agar bisa dipergunakan secara interoperabilitas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan seluruh satuan TNI di wilayah yang sama.Â
Dengan demikian Kotama Operasi dan satuan pelaksananya fokus mengembangkan organisasi satuan kesehatan beserta material kesehatan yang relevan untuk kepentingan dukungan kesehatan pada operasi dan latihan.Â
Para tenaga kesehatan satuan tempur dapat memelihara kemampuan profesi teknis medis secara berkala di rumah sakit TNI bila tidak ada kegiatan operasi dan latihan.
Ketiga, Kesehatan TNI juga harus adaptif terhadap berbagai regulasi nasional tentang bencana dan krisis kesehatan, termasuk kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Â
Krisis kesehatan akibat bencana pandemi Covid-19 yang hingga kini belum ada tanda-tanda kapan berakhir dan Kementerian Kesehatan RI hingga beberapa kali harus merevisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19.Â