Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Diam yang Menyakitkan

21 Agustus 2024   16:18 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:20 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah rapat yang penuh tekanan itu, Bapak Suryo memanggil Maya, Raka, dan Andi ke kantornya. "Kalian semua adalah karyawan yang berbakat tetapi kita tidak bisa terus bekerja dalam situasi seperti ini," katanya dengan nada serius. "Kalian perlu menyelesaikan masalah pribadi kalian secepat mungkin karena ini sudah mempengaruhi pekerjaan."

Setelah pembicaraan itu, mereka bertiga duduk bersama di ruang rapat. Maya dengan suara gemetar, akhirnya berbicara. "Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita harus menemukan cara untuk bekerja sama, atau proyek ini akan gagal." Raka dan Andi saling menatap dengan perasaan campur aduk. Raka akhirnya mengalah. "Kamu benar, Maya. Aku minta maaf, Andi. Aku terlalu keras kepala." Andi menghela napas dalam-dalam. "Aku juga minta maaf, Raka. Aku tidak seharusnya meninggalkan rapat tadi."

Mereka semua setuju untuk bekerja sama lebih baik demi kesuksesan proyek. Dengan usaha keras, mereka akhirnya berhasil menyelesaikan presentasi yang kuat dan kreatif serta memuaskan klien dan Bapak Suryo. Namun di balik keberhasilan, perasaan pribadi mereka masih belum terselesaikan.

Ibu Ririn dan Pak Santoso merasa prihatin melihat putri mereka yang terus diliputi kebingungan. Suatu malam mereka mengajak Maya untuk duduk bersama di ruang keluarga. "Maya, kami melihat betapa berat beban yang kamu rasakan. Kami ingin membantu," kata Pak Santoso. Ibu Ririn menambahkan, "Kami punya ide. Bagaimana kalau kita coba perjodohan? Kami kenal dengan keluarga baik yang memiliki putra yang juga berbakat. Mungkin ini bisa membantu kamu melihat situasi dengan lebih jelas."

Maya terkejut mendengar usul itu. "Perjodohan, Bu? Ayah?" Pak Santoso tersenyum lembut. "Hanya sebuah pertemuan, Maya. Tidak ada tekanan. Kami hanya ingin kamu memiliki kesempatan untuk melihat pilihan lain dan mungkin menemukan kebahagiaan."

Dengan perasaan campur aduk, Maya setuju untuk mencoba. Pertemuan diatur di sebuah restoran elegan. Maya merasa gugup, tetapi ia mencoba untuk bersikap terbuka. Saat ia tiba di restoran, ia disambut oleh seorang pria bernama Arman, putra dari sahabat lama Pak Santoso.

Arman adalah pria yang tampan dan cerdas dengan sikap yang ramah dan menyenangkan. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari pekerjaan hingga hobi, dan Maya merasa nyaman dengannya. Namun di balik senyum dan tawa, Maya tetap merasakan kekosongan yang sulit dijelaskan.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, Maya berbicara dengan Lia tentang pengalamannya. "Arman orang yang baik, tapi hatiku masih bingung, Lia. Aku tidak bisa mengabaikan perasaanku pada Raka dan Andi." Lia mendengarkan dengan penuh perhatian. "Maya, mungkin perjodohan ini adalah cara untuk membantu kamu melihat apa yang sebenarnya kamu inginkan. Tidak ada yang salah dengan mencoba tapi pada akhirnya, hanya kamu yang bisa memutuskan siapa yang membuatmu bahagia."

Raka dan Andi mulai menyadari perubahan dalam sikap Maya. Mereka tahu bahwa pertemuan perjodohan itu telah membuat Maya lebih banyak berpikir tentang perasaannya. Suatu hari, setelah jam kerja, Raka dan Andi mengajak Maya untuk berbicara. "Maya, kami tahu tentang pertemuan perjodohan itu," kata Raka dengan hati-hati. "Kami hanya ingin kamu tahu bahwa apa pun keputusanmu, kami akan mendukungmu."

Andi menambahkan, "Yang terpenting adalah kebahagiaanmu, Maya. Kami ingin kamu tahu bahwa kami selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi." Maya merasa terharu oleh ketulusan mereka. "Terima kasih, Raka, Andi. Aku benar-benar menghargai dukungan kalian."

Dengan dukungan dari keluarga dan teman-temannya, Maya mulai memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari kejujuran pada diri sendiri. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang tetapi ia yakin bahwa dengan keberanian dan cinta, ia akan menemukan jalan yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun