Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Diam yang Menyakitkan

21 Agustus 2024   16:18 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:20 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di apartemen Lia yang nyaman, mereka berkumpul di ruang tamu dengan tawa riang. Maya duduk di sofa, sementara Raka dan Andi mengambil tempat di lantai beralaskan bantal. Lia yang duduk di kursi kecil di sudut ruangan dengan cermat mengamati interaksi di antara mereka. 

Saat film berjalan, Raka sering kali melirik Maya yang tertawa lepas. Andi mencoba untuk tidak terlalu terbawa suasana meskipun hatinya terus berdebar setiap kali Maya tersenyum. Lia yang menyadari ketegangan emosional di antara mereka, berusaha untuk mencairkan suasana dengan candaan dan lelucon.

Ketika film selesai, Lia dengan sengaja mengajak Maya ke dapur untuk membuat popcorn tambahan. Ini memberinya kesempatan untuk berbicara empat mata dengan Raka dan Andi. "Kalian berdua," katanya sambil tersenyum, "kalian harus lebih terbuka tentang perasaan kalian. Ini bukan hanya demi kalian, tapi juga demi Maya." Raka dan Andi terdiam, namun saling bertukar pandang dengan ekspresi yang penuh arti. Mereka tahu Lia benar, tetapi mengungkapkan perasaan bukanlah hal yang mudah.

Beberapa hari kemudian, di kantor, proyek besar mendekati tenggat waktu. Semua orang bekerja keras dan tekanan terasa semakin berat. Dalam kesibukan itu Lia mendekati Raka di mejanya. "Raka," katanya dengan nada serius, "kita perlu bicara." Mereka keluar dari kantor dan berjalan ke taman kecil di dekat gedung. Lia menatap Raka dengan pandangan penuh pengertian. "Aku tahu ini sulit bagimu tapi kamu harus mengatakan yang sebenarnya pada Maya. Dia berhak tahu."

Raka menghela napas panjang. "Aku tahu, Lia. Tapi aku takut merusak segalanya."

"Lebih baik merusak sedikit sekarang daripada menyesal seumur hidup, Raka," balas Lia lembut.

Sementara itu, Andi juga merasakan dorongan yang sama. Malam hari setelah semua orang pulang, ia mendekati meja Maya. "Maya," katanya dengan suara pelan, "ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."

Maya mengangkat wajahnya dari komputer dan menatap Andi dengan penasaran. "Tentu, Andi. Apa yang terjadi?" Namun sebelum Andi bisa mengungkapkan perasaannya, telepon Maya berbunyi. Itu panggilan penting dari klien dan Andi harus menunggu lagi. Perasaan frustasi dan keraguan semakin kuat di dalam dirinya.

**********

Beberapa hari kemudian, Lia mengatur pertemuan makan malam lagi, kali ini dengan lebih sedikit orang. Hanya Raka, Maya, dan Andi. Di restoran yang hangat dan nyaman, Lia sekali lagi mencoba menciptakan suasana yang mendukung keterbukaan. Di tengah percakapan, Lia dengan halus memulai topik tentang perasaan dan hubungan. "Menurut kalian, seberapa penting untuk mengungkapkan perasaan pada seseorang yang kita sayangi?" tanyanya.

Maya tersenyum, tidak menyadari arah pembicaraan ini. "Aku pikir itu sangat penting. Jujur adalah kunci dalam setiap hubungan." Raka dan Andi saling bertukar pandang. Lia menatap mereka dengan penuh harap. Akhirnya Raka mengumpulkan keberanian dan berbicara. "Maya, ada sesuatu yang sudah lama ingin aku katakan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun