Apakah calon Presiden dan Wakil Presiden memiliki strategi khusus untuk mengatasi tantangan kesehatan yang dihadapi oleh kelompok rentan, termasuk kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel?
Bagaimana calon Presiden dan Wakil Presiden berencana untuk memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan aksesibilitas dan kesempatan bagi kelompok-kelompok yang mungkin tertinggal?
Sejauh mana calon Presiden dan Wakil Presiden akan memastikan bahwa kebijakan ekonomi yang diimplementasikan tidak hanya menguntungkan golongan tertentu, tetapi juga memberikan dampak positif kepada kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel?
Bagaimana calon Presiden dan Wakil Presiden berencana untuk melibatkan dan mendukung organisasi masyarakat sipil dan lembaga nirlaba yang fokus pada keberpihakan kepada kelompok rentan, untuk memastikan adanya kontrol sosial yang efektif?
Apakah calon Presiden dan Wakil Presiden memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip universal keberpihakan kepada kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel, dan bagaimana mereka akan memastikan implementasi prinsip-prinsip ini di tingkat nasional?
Enam, Menjunjung Tinggi Martabat Manusia sebagai Citra Allah
Pernyataan bahwa seorang pemimpin harus menjunjung tinggi martabat manusia mencerminkan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral dan etika dalam kepemimpinan. Jika ada agenda tersembunyi di balik kebohongan terkait pencederaan terhadap martabat manusia pada masa lalu, hal tersebut merupakan bentuk pembohongan publik terstruktur yang menciderai prinsip-prinsip universal tentang pentingnya menghormati martabat setiap individu. Pemimpin yang terbukti melakukan pembohongan semacam itu seharusnya secara jujur membatalkan pencalonannya, sebagai bentuk tanggung jawab moral. Dalam konteks hukum dan filosofis, menjunjung tinggi martabat manusia adalah landasan untuk mencapai keadilan dan perdamaian di tingkat nasional dan internasional.
Dalam filsafat, menjunjung tinggi martabat manusia mencerminkan pandangan bahwa setiap individu memiliki nilai intrinsik dan hak-hak yang tidak dapat diabaikan. Dalam perspektif agama, konsep ini dapat dikaitkan dengan ajaran bahwa manusia diciptakan sebagai citra Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Kejadian 1:27, "Dan Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya; menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." Ini menegaskan nilai dan martabat setiap individu sebagai refleksi dari kehadiran Ilahi.
Dalam konteks hukum, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB menjadi fondasi untuk memastikan perlindungan martabat manusia. Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan, "Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan."
Pemimpin yang terlibat dalam pembohongan terkait pencederaan martabat manusia pada masa lalu seharusnya menyadari dampak moral dan etika dari tindakan tersebut. Memiliki rekam jejak yang jujur dan konsisten dengan nilai-nilai hak asasi manusia adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat dan menciptakan fondasi kepemimpinan yang kuat.
Pentingnya menjunjung tinggi martabat manusia tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga global. Keberlanjutan perdamaian dan harmoni antarbangsa sangat tergantung pada penghormatan terhadap martabat manusia. Oleh karena itu, pemimpin yang mengabaikan nilai-nilai ini tidak hanya merugikan masyarakat di tingkat nasional, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang diakui secara universal.
Secara keseluruhan pada pint ini, pemimpin harus bertanggung jawab atas kejujuran dan integritasnya terkait dengan penghormatan terhadap martabat manusia. Pembohongan terstruktur terkait dengan pencederaan martabat manusia pada masa lalu adalah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip universal, dan pemimpin yang terlibat seharusnya secara jujur membatalkan pencalonannya sebagai langkah pertama menuju tanggung jawab moral yang lebih besar.