Mohon tunggu...
Lilis Puspitosari
Lilis Puspitosari Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD

Menulis apa yang terjadi di sekitar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Kecil Penunggu Pohon Gayam

6 Juli 2019   19:44 Diperbarui: 6 Juli 2019   19:54 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teman-teman guru sudah  memesankan  semangkok mie ayam hangat dan segelas es teh untukku.  Akupun memaksa menelan mie ayam itu, karena diawasi 2 temanku.  Jika tidak dimakan pasti mereka akan menceramahiku sampai esok harinya lagi.  Bisa gawat...

"Gimana Bu Nira sudah mendingan"

"Hmmmm" aku menghela nafas panjang sambil mengangguk

"Oke....sekarang Bu Nira wajib menceritakan kepada kita, siapa Tirta yang menyebabkan Bu Nira pingsan?" tanya Bu Iis.   

 Limabelas tahun yang lalu usiaku masih 6 tahun.  Aku tinggal di desa yang terletak di Kabupaten Ngawi.  Desaku itu tanah terdiri dari campuran lempung, batu padas dan kapur.   Desa kami dilewati sungai kecil yang tidak pernah kering airnya.  Tepi sungai itu banyak ditumbuhi berbagai macam pohon-pohon besar, aren,  juga bambu.

Sebagai keturunan petani, sejak kecil aku sudah dikenalkan dengan dunia pertanian.   Sering sekali kakek dan nenekku mengajak ke sawah dengan berjalan kaki.   Walaupun jaraknya agak jauh aku selalu menikmati perjalanan itu.  Banyak hal yang bisa aku lakukan sepanjang perjalanan, memetik bunga , mengejar kupu-kupu dan capung, mengumpulkan watu lintang, mencari jamur barat juga mencari telur burung gemek.

Sebelum sampai sawah kami harus menyeberangi sungai kecil.  Jika tidak sedang hujan deras, kami menyeberangi sungai kecil itu dengan berjalan kaki dan mengangkat rok tinggi-tinggi.  Tapi jika airnya sedang tinggi kami memilih jalan memutar melewati jembatan kayu. 

Pagi itu aku diajak nenek melewati rute yang berbeda dari biasanya. Jalannya lebih curam karena melewati batu cadas.  Kata nenek rute ini lebih menantang sekaligus menyenangkan.  

Jalan sebelum melewati sungai lebih terjal tetapi ternyata dasar sungainya tidak terlalu dalam dan agak landai sehingga aku tidak perlu mengangkat rok tinggi-tinggi.

Begitu sampai ke seberang, aku takjub oleh pemandangan yang indah luar biasa. Hamparan tanah berumput yang dinaungi 2 pohon yang sangat besar dan menjulang tinggi.  

Pohon tersebut seperti pintu gerbang masuk ke lapangan/alun-alun di depan istana. Lalu sayup-sayup aku mendengar suara gemericik air yang bukan berasal dari sungai.   Aku berlari mendekati pohon besar itu  dan ternyata di bawah pohon itu ada mata air yang sangat jernih yang membentuk kolam, orang menyebutnya dengan sendang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun