Mohon tunggu...
Pijar88 Hd
Pijar88 Hd Mohon Tunggu... lainnya -

tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Nyata Gadis Dua Jiwa

4 Oktober 2014   20:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:23 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku menahan nafasku agar bau-bauan itu tak lagi mengganggu.

Suara azan magrib terdengar meliuk-liuk dari masjid besar, kupercepat langkah kakiku agar segera sampai ke rumah kontrakan baruku. Sebuah rumah petak sederhana yang kutempati bersama mbak Wati kakak angkatku.

Rintik gerimis meninggalkan hawa dingin yang basah di jalanan depanku. Aku harus buru-buru untuk segera ketemu dengan Wati, kakak angkatku. Aku ingin segera memberikan sekotak susu formula untuk bayinya. Kasihan, susunya tinggal tiga kali minum saja saat pagi tadi aku berangkat kerja.

Langkah kakiku telah sampai di jalanan ujung areal pemakaman. Beberapa saat kemudian tampak bangunan-bangunan kecil rumah petak, bangunan berderet-deret yang sengaja dikontrakkan oleh yang empunya rumah. Kulihat salah satu rumah petak itu tampak mengerikan dengan sebuah garis kuning polisi yang melilitnya di sekelilingnya. Rumah itu seolah melambaikan tangan dan menyeringai kepadaku.

Kembali kupercepat langkahku. Aku menarik nafas lega. Setidaknya telah kulewati satu tempat yang membuatku selalu menggidikkan bulu tengkuk.

“Ranii…,” “Rani…” Suara laki-laki terdengar serak dan berat.

Aku menoleh ke belakang, tak ada siapa-siapa. Tapi di kejauhan tampak tiga orang yang berjalan menuju ke sebuah gang. Sementara beberapa mobil menderum di jalanan besar. Suara itu…  Suara itu begitu jelas memanggil namaku. Mustahil jika itu suara orang yang berada jauh di belakangku sedangkan desisnya menghantam telinga seolah beberapa meter saja dari langkah kakiku.

Tak kupedulikan suara itu, toh begitu aku menoleh suara itu tak lagi terdengar. Aku berhenti sejenak karena sebuah mobil lewat menyalip langkahku.

Gerimis berhenti tapi di langit tampak awan yang bergumpal-gumpal. Bau tanah basah menyergap hidungku berbaur dengan bau kamboja yang terbawa angin.

Kulanjutkan kembali langkah kakiku. Tak sabar rasanya ingin secepatnya sampai ke kontrakan tapi langkah kakiku terasa berat.

“Ranniii…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun