Mohon tunggu...
Pijar88 Hd
Pijar88 Hd Mohon Tunggu... lainnya -

tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Nyata Gadis Dua Jiwa

4 Oktober 2014   20:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:23 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Tenang mas, berdoa saja mudah-mudahan obat dari dokter dapat membantu Raya.” sahut mas Irfan.

Kami duduk di dekat pembaringan Raya, sementara istri mas Banu sibuk mengompres kepala Raya yang seolah membara.

Entah mengapa udara dingin di ruangan itu begitu melenakan diriku hingga aku terkantuk-kantuk di tempat dudukku. Aku merasakan tubuhku terasa begitu segar ketika seseorang berdiri di depanku dengan membawa segelas air putih. Perempuan itu istri mas Banu.

“Ini airnya dik,” kata-katanya meluncur begitu saja sambil menatapku.

Aku hanya memperhatikan mimik mukanya, tak mengerti. Perempuan itu tampak panik. Aku mengira dia memberikan air segelas itu untukku. Aku tak mengerti maksud kata-kata istri mas Banu, tapi seperti terdorong oleh gerakan refleks, kuterima saja gelas itu dan kemudian seolah ada yang menuntunku untuk menghampiri si sakit. Sekejap aku merasa begitu dekat dengan si sakit. Gelas di tanganku tampak bergolak hingga aku merasa gemetar memegangnya. Aku kembali diserang kantuk yang tiba-tiba. Seperti mimpi, kupercikkan sebagian air putih itu ke kapala Raya yang terbaring lemah. beberapa saat pandangan mataku mengabur, Sekejap kemudian aku kembali tersadar.

Kudapati diriku terduduk di kursi panjang, sementara kulihat Mas Irfan dan kedua saudaranya tampak mengangguk-anggukan kepala. Mereka sedang ngobrol dengan Raya. Gadis kecil yang tadi seolah membara sekujur tubuhnya itu kini duduk di tempat tidurnya.

“Terimakasih dik Rani, aku tak menyangka kamu bisa mengobati anakku…”

Kata-kata itu meluncur dari mulut mas Banu, sementara mas Irfan menatapku dengan terkesima. Aku Lagi-lagi tak mengerti dengan apa yang sesungguhnya terjadi.

Di sepanjang perjalanan pulang, mas Irfan tak henti-hentinya memujiku. Sedangkan aku hanya mengangguk saja. Mengangguk yang sesungguhnya bukan kemauanku. Seolah ada sesuatu dari dalam tubuhku yang membuatku mengikuti saja gerakan tangan dan seluruh persendian tubuhku. Akhirnya kuiyakan saja persangkaan mereka bahwa akulah yang mengobati keponakan mas Irfan. Tapi sejujurnya, aku tak tahu apa-apa. Aku tak tahu apa yang telah terjadi denganku karena peristiwa itu terjadi begitu saja. Terlebih ketika esok paginya Raya berkeras melepas infus dan meminta pulang. Dokter yang kemudian memeriksa Rayapun mengijinkan Raya pulang pada sore harinya, karena berdasarkan pemeriksaan terbaru, Raya dinyatakan sembuh. Hemoglobinnya sudah normal dan suhu tubuhnya juga sudah stabil. Raya sama sekali tak menampakan tanda-tanda orang yang habis sakit.

Semenjak itulah cerita tentangku mulai menyebar dari mulut ke mulut, dan sedikit demi sedikit aku belajar memahami apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Dan semenjak itu pulalah sikap mbak Andri semakin berbeda, semakin menampakkan rasa tak senangnya kepadaku.

Hari sudah senja, langkah kakiku terasa berat saat melewati kelokan jalan yang selalu membuat perutku mual, lebih kepada bau anyir yang selalu membayang dalam hidungku. Anyir seperti bau mayat. Kelokan itu memang bercabang, salah satunya mengarah dan semakin dekat ke pemakaman besar di kota ini. Tapi entah kenapa bau-bauan aneh itu selalu saja menyerangku beberapa hari ini, membuatku merasa dibuntuti oleh sesuatu. Sepanjang yang kutahu, di mana-mana komplek pemakaman memang terasa seram, tapi tak seperti ini seharusnya. Memang, ada orang yang meninggal dan belum 40 hari, bahkan belum seminggu. Tepatnya baru lima hari lalu. Tapi apakah jenasahnya dikuburkan tak terlalu dalam hingga bau mayat tercium sampai sejauh ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun