Arthur mengembuskan napas lega. Begitu pula dengan puluhan kurcaci yang mengamatinya dari jauh.
***
24 DesemberÂ
Alfred telah menuntaskan dekorasi Natal di rumah mungilnya. Pohon natal yang penuh lampu-lampu warna-warni, selusin kaus kaki yang digantung dan beberapa mistletoe di pintu-pintu rumah.
Di rumah itu dia tinggal bersama dua orang keponakannya. Tapi saat ini mereka sedang bekerja paruh waktu di istana Santa Claus seperti kebanyakan kurcaci muda lainnya, terutama pada saat menjelang Natal seperti saat ini. Mereka baru akan kembali beberapa hari lagi.
Setelah selesasi mendekorasi, dia membuat makanan kesukaannya, omelette yang diberi toping mozzarella, disantap dengan stik daging kambing dan segelas penuh jus jeruk. Walaupun dia tidak muda lagi, gerakannya di belakang kompor masih cukup gesit.
Setelah menata makanan dan minuman di atas meja makan, terdengar ledakan kecil dari arah depan rumah. Alfred terkejut sampai hampir menumpahkan jus jeruknya.
"Apa yang terjadi?" gerutu Alfred lalu tergopoh-gopoh menuju ke pintu depan.
"Hohohoho....!" terdengar tawa khas yang berat dan menggelegar dari balik pintu.
Mata Alfred membulat di balik kacamatanya, "Tidak mungkin!" serunya sambil membuka pintu.
Dan dia tidak salah. Santa Claus saat ini sedang berdiri dengan wajah merona, mungkin karena cahaya matahari di luar sana, sambil membuka tangannya lebar-lebar.