Mohon tunggu...
Permana Santana
Permana Santana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

We born alone, live alone and die alone..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Setelah Pelangi: Elegi Wulandari

25 Desember 2015   17:00 Diperbarui: 25 Desember 2015   17:03 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, hujan turun tanpa undangan. Tantan tak hentinya menatap jam yang terlilit dikulit gelapnya. “Aduh, ini hujan kok ga tepat waktu banget ya. I hate rain!, rutuknya pada langit.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, Tantan semakin gelisah karena hujan tak kunjung reda. Padahal hari ini adalah hari yang penting dalam hidupnya, hari dimana Tantan pertama masuk kerja setelah melewati beberapa tes dan training kerja yang membuat kepalanya agak pening.

Lima belas menit berlalu, akhirnya langit menghentikan tangisnya, hujan pun tiba-tiba berhenti tanpa instruksi. Dengan tergopoh-gopoh Tantan berlari menyusuri jalanan demi mengejar waktu yang tak bisa berkompromi. Dalam ketergesaannya, Tantan mencuri-curi pandangan pada langit pagi hari yang kurang bersahabat. Tantan mendapati sebuah pemandangan yang biasa tapi agak tak biasa. “Wahai, pelangi mengapa kau muncul dengan spektrum yang nyeleneh seperti itu,” ucapnya dalam hati.

Langit pagi itu memang agak ambigu bagi beberapa orang yang mungkin melihatnya. Sebab, pelangi tersebut berbentuk lurus memanjang (Pelangi yang biasa muncul berbentuk setengah oval), kemudian warna spektrum yang ditunjukkan (bukan mejikuhibinu) hanya berwarna biru..

Tapi Tantan tidak menghiraukannya dan melanjutkan langkah kakinya menuju tempat kerja. Setelah 5 menit berlari tanpa henti, Tantan menghentikan langkahnya di depan sebuah gedung 5 lantai di bilangan Jakarta Selatan.

Dengan nafas yang agak sedikit memburu, Tantan mengambil kartu akses masuk pada security yang berjaga di lobby. Perjuangannya belum berakhir, setelah mendapat kartu akses masuk, Tantan masih harus memanjat tangga ke lantai 2 tempatnya bekerja. Tantan melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07.55 WIB. Tantan bersyukur hari pertamanya bekerja tidak dirusak oleh hal yang paling dibencinya di dunia ini, yaitu hujan. Sejak kecil Tantan memang sangat membenci hujan, baginya hujan selalu memantik kesedihan akan kenangan.

Tantan menganggap hujan adalah hal yang paling menyedihkan di dunia ini. Dan sebagai kebalikannya Tantan justru sangat memuja atau mencintai Pelangi yang muncul setelah hujan berlalu. Tafsir dan persepsinya sungguh sederhana, bagi Tantan, Pelangi adalah simbol kehidupan, pelangi mengekspresikan keindahan Tuhan dalam wujud warna yang majemuk. Itulah kehidupan.

Tantan menempelkan kartu aksesnya di pintu masuk, ia segera menyiapkan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan untuk pekerjaannya.

Hampir 2 jam berlalu, Tantan bekerja dengan serius (tapi agak santai) dalam mengamati computer. Derap kaki yang pasti dari 2 sosok yang tak dikenali pelan-pelan melewati. Sebelum langkah kaki tersebut melewatinya, Tantan memalingkan wajah ke arah derap kaki tersebut. Sesosok wanita berperawakan tinggi mengenakan jlibab yang anggun menyunggingkan senyumnya, seketika itu Tantan terdiam, kedua bola matanya tak berkedip, Tantan merasakan waktu berhenti dalam beberapa detik. Tantan merasakan adegan slow motion yang pernah dilihatnya di film Matrix (yang diperankan Keanu Reeves). Dia ragu atas kejadian yang baru saja dia alami. Tantan tak ingin menyadarkan waktu. Tantan berharap dunianya berhenti dan terus menikmati keindahan yang baru saja dia lihat.

Tantan pernah berujar bahwa Cinta menurut prosesnya terbagi 2: Pertama, Cinta Pada Pandangan Pertama; Kedua, Cinta yang bisa dibuat.

Untuk definisi yang pertama rasanya tak perlu kita jabarkan lagi. Sedangkan untuk cinta jenis kedua adalah Cinta yang bisa tumbuh karena terbiasa, entah itu terbiasa bertemu, terbiasa jalan, terbiasa ngobrol, dan pada akhirnya cinta pun muncul sebagai reaksi dari aktivitas terbiasa tersebut. Dan fenomena yang baru saja Tantan rasakan adalah Cinta Pandangan Pertama. Begitulah.

Ketika Tantan masih terbuai dalam lamunan, secara tiba-tiba rekan kerjanya Irwan menepuk pundaknya,

“Woi kenapa kau Tan?”, bisik Irwan

“Hah, kenapa kenapa Wan?!”, jawab Tantan spontan

“Kau kenapa Tan, kok bengong sambil senyum-senyum?!”

“Hah, kapan gue senyum-senyum?”

“Hayo ngaku senyum-senyum kenapa Tan, lagi ngelamun jorok ya!” ejek Irwan.

“Hush ngarang aja kau Wan, gue tadi lagi dzikir Wan! Hahahaha..Ayo kerja-kerja!”

Tantan dan rekannya pun kembali pada aktivitasnya. Walau dalam lubuk hatinya, Tantan merasa ada sedikit ganjalan dan rasa penasaran.

Semenjak hal menakjubkan yang Tantan alami, hidupnya agak sedikit tidak tenang. Dalam benak Tantan, senyum teduh nan lentik tersebut tak hentinya menghilang. Tantan berusaha sekuat hati melupakan senyum itu, tetapi sebesar itu pula senyum tersebut menyerang pikiran dan hatinya. Gelisah.

*****

Kecantikanmu, Mukjizat.

Memuslihatkan tatapan

Mengebaskan indera

Membebalkan pikiran

Meledakkan rasa

 

Seminggu berlalu tanpa hal istimewa, kecuali bayang-bayang senyum dari sesosok wanita berjilbab. Tantan hampir putus asa dengan keadaan, dia khawatir senyum tersebut bisa mengganggu bahkan menghancurkan rutinitas kerjanya.

Tantan terus berpikir dan mencari jalan keluar.

Muncul secerca cahaya harapan. Tantan memutuskan untuk mencari tahu siapa gerangan pemilik senyum yang menghentikan dunianya tersebut. Tantan bertanya dari satu rekan ke rekan kerja lainnya.

Dan akhirnya Tantan menemukan jawaban dari rekan kerjanya yang cukup popular (dikarenakan parasnya seperti blasteran India-Arab) di kantor, Zara namanya.

Tantan cukup dekat dengan Zara semenjak mereka mengikuti training, bahkan Tantan sudah menganggapnya sebagai adik sendiri.

            “Zar, aku mau Tanya dong?” tanya Tantan membuka pembicaraan.

“Tanya apa, kak?”

“Kamu tahu cewek yang itu nggak?”

Tantan berusaha mendeskripsikan ciri-ciri fisik dan perawakan wanita tersebut.

“Oh, cewek itu? Tau kak! Dia namanya Anggie..Pelangi Wulandari tepatnya!”

“Pelangi wulandari?” Tantan terdiam mendengarnya.

“Woiii, kok bengong?” teriak Zara.

“Ah tidak apa-apa. Pelangi wulandari? Ko namanya unik ya? Hehehe”

“Iya kak, unik ya..hehehe. By the way, kenapa kak? Kamu naksir ya?”

“Hah??? Eh kagak?!! Eh iya zar, hahaha...”

“Nah, ketauan ya..Cie cie..!!! Eh tapi...,” Zara terdiam sejenak.

“Kenapa zar? Kok diem? Ngomong aja,” Tantan berusaha meminta penjelasan.

“Bukan apa-apa sih. Tapi menurut gossip yang beredar, Mbak Pelangi itu sudah punya anak,” jawab Zara.

Jelegerrrrrrrrrrr!!!!!!!!!!!!! Dhuaaaaarrrrrrrrrrr!!!!!!!

Suara geledek dikombinasi hantaman palu godam menghujam tubuh Tantan. Tantan terhenyak. Wajahnya memerah. Tantan sangat kecewa terhadap jawaban yang diterimanya.

“Kamu kenapa, kak? Woiiii..!!!,” teriak Zara.

Tantan tersadar akibat tepukan tangan Zara.

“Kamu kenapa, shock ya? Hahaha..aku kan belum selesai ngomongnya. Jangan shock dulu dong.” Zara berusaha mengkonsolidasi keadaan.

“Ah tidak apa-apa. Terus..terus gimana? Lanjut...lanjut..,” Tantan menggeleng lemas.

“Jadi begini, menurut gossip yang juga beredar, Mbak Pelangi itu Single Mom.”

“Yesss..!!!!,” teriak Tantan dalam hati.

“Kamu punya nomor kontaknya Zar?”

“Punya kak. Wani piro?” Ledek Zara.

“Tenang aja zar, pokoknya kalau sukses kamu bakal aku pesenin dan tungguin ojek online tiap hari deh, hihihihi”

“Deal, ini nomor kontaknya. 085xxxxxxxxx”

“Thanks, Zara yang baik!”

Tantan mengepalkan tangan kemudian mendorongnya ke atas pertanda kebahagiaan hatinya, eksplosif. Hari itu perasaannya sungguh bahagia, walaupun bagi sebagian orang mendapat sebuah nomor kontak lawan jenis adalah sebuah hal biasa. Bagi Tantan, memiliki nomor kontak Pelangi adalah awal dari kebahagiaan-kebahagiaan yang akan menghampiri nanti, setidaknya itulah yang ada di benaknya sekarang.

****

Sejak mendapat nomor kontak Pelangi, Tantan mulai bisa membuka jalan untuk bisa dekat dengan sang pujaan hati. Tantan mulai bisa membangun komunikasi dengan Pelangi menggunakan aplikasi chating kekinian. Tantan tak pernah melewatkan harinya untuk sharing dan ngobrol ngalor ngidul dengan Pelangi. Tantan mulai sedikit memahami karakter dan kehidupan yang dijalani Pelangi, seorang single Mom yang mengemban perjuangan berat demi anaknya. Tak cukup sampai disitu, Pelangi memiliki masa lalu pahit dengan kehidupan berumahtangga, khususnya terhadap mantan suaminya yang selalu bertindak semena-semena, bahkan Pelangi sering mendapat kekerasan fisik dari lelaki tersebut.

Sejak kejadian itu, Pelangi masih sering mengalami trauma sampai sekarang. Terkadang Pelangi sering menyakiti dirinya untuk menghilangkan rasa trauma tersebut. Kenyataan yang dialami Pelangi tersebut, membuat Tantan marah dan sedih.

Akan tetapi, semua cerita yang didengar Tantan tentang Pelangi tidak membuatnya menjauh. Sebaliknya, cinta Tantan tumbuh makin besar, bahkan Tantan khawatir luasnya dunia takkan mampu menampung rasa cintanya.

Lebih dari itu, Tantan juga sudah bisa keluar dari perasaan gelisah yang selama ini menghantui. Tantan ibarat mendapat obat mujarab untuk menghalau galau. Obatnya sungguh sederhana, Tantan cukup berangkat kerja seperti biasa, kemudian ia sengaja melewati meja kerja Pelangi hanya untuk mendapatkan senyum teduh nan lentik dari Pelangi. Kalaupun ia tidak mendapatkannya, melihat sosok Pelangi dari kejauhan saja sudah menjadi anugerah yang lebih dari cukup. Ya, saat ini Tantan tenggelam dalam kebahagiaan di dunianya sendiri.

Pelangi adalah rindu.

Pelangi adalah mood booster.

Pelangi adalah penyemangat hidup.

Tetapi ada suatu momen, dimana eksistensi Pelangi seperti kedua sisi mata uang. Ketiadaan Pelangi seketika merubah Tantan 180 derajat menjadi seseorang yang berbeda, murung dan pendiam. Aliran darah bergejolak oleh rindu menggebu yang siap menyerang. Pelangi memang ajaib. Dalam hitungan detik, Pelangi tiba-tiba menjadi simbol temaram dan kesedihan. Mungkin, jika larut terlalu lama, Pelangi bahkan bisa menjadi antitesis dan self-destructive bagi Tantan.

Ironis dan kontraproduktif.

****

Fajar telah menyingsing. Minggu yang cerah telah datang. Hari ini Tantan masuk bekerja seperti biasa, yang membedakan adalah kelengangan kota Jakarta.

Tantan menghirup udara pagi, seraya berdoa dalam hati semoga hari ini menjadi hari yang indah dan segala perkara dimudahkan oleh Tuhan.

Kedua kaki ia langkahkan dengan pasti menuju tempat mencari sesuap nasi. Hari itu sungguh cerah, langit membiru ditemani gerombolan awan putih menampakkan pesonanya.

Seperti biasa, sebelum masuk ke kantor, Tantan mengambil kartu akses pada security di lobby. Tantan melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga, ia menempelkan kartu akses pada alat canggih tersebut. Seketika saja, pintu terbuka secara otomatis. Tantan melanjutkan langkahnya yang ceria menuju meja kerjanya.

Tentunya, Tantan tidak melupakan aktivitas ritual yang hukumnya wajib dilakukan setiap berangkat kerja, yaitu menyambangi meja kerja sang pujaan hati.

Jantungnya berdegup bahagia sebelum akan melewati meja kerja Pelangi. Perlahan ia hampir tiba di meja kerja Pelangi. Kemudian pada saat bersamaan, Tuhan menunjukkan sebuah view yang menyakitkan. Pelangi sedang menghampiri seorang lelaki, ia tampak akrab dengannya seraya menepuk pundak lelaki tersebut dengan lembut. Hari itu, entah sebuah kebetulan atau disengaja, mereka berdua mengenakan pakaian dengan warna identik. Bahkan rekan-rekan kerja lelaki tersebut sampai menggoda mereka berdua karena curiga mereka (mungkin) mempunyai kedekatan hubungan.

Pandangannya buram, kepala Tantan berat, Ia merasa seperti tertindih karung beras 1 Kwintal.  Tantan mengurungkan niatnya melewati meja kerja pelangi, ia kembali ke meja kerjanya dengan harapan kosong.

Hari itu tantan melalui periode terkacau dalam hidupnya. Semangat bekerja turun drastis, pekerjaan berantakan. Tantan lebih banyak menghabiskan waktu kerjanya dengan diam sejuta bahasa. Rekan-rekan kerja melihat keanehan pada diri Tantan, khususnya Iwan, dia mendapati sorot mata Tantan yang merah menyala seperti arang terbakar. Dan mereka memutuskan untuk tidak menyapa atau mengganggu, walau sebenarnya mereka khawatir terhadap Tantan.

Semenjak kejadian itu, Tantan selalu menyendiri.

****

Hari berikutnya Pelangi mencium keanehan pada Tantan. Tantan mengupload dan memajang sebuah gambar pada profil messengernya bertuliskan “Kebohongan yang diulang seribu kali, pada akhirnya dapat menjadi kebenaran”.

Melihat gambar tersebut, Pelangi mencoba mengirimkan beberapa teks pada Tantan, tapi Tantan tidak merespons.

Pelangi menulis, “Kamu kenapa? Aku berbohong apa terhadapmu?”

Tantan mencoba mengacuhkan teks dari Pelangi. Tapi sekuat apapun Tantan melawan perasaannya, ia selalu berakhir dengan kegagalan.

Tantan akhirnya membalas teks dari Pelangi.

“Aku mau berbicara sesuatu yang penting denganmu. Mari kita bertemu.” sahut Tantan.

“Ada apa? Bicara aja disini. Penting banget ya?” jawab Pelangi.

“Aku sedang tidak bercanda. Mari bertemu nanti malam.”

“Baik. Aku tunggu di tempat biasa pukul 7 malam.” balas Pelangi dengan rasa penasaran besar.

****

Cuaca malam itu cukup cerah, bintang-bintang bertebaran mengilaukan cahayanya.

Tantan pergi dengan langkah gontai ke tempat pertemuan yang sebelumnya sudah disepakati.

Pelangi nampaknya sudah berada disana terlebih dahulu. Seperti biasa, ia melemparkan senyum teduh nan lentiknya dari kejauhan.

Tantan agak luluh melihatnya. Tapi Tantan sudah bertekad bahwa malam ini Tantan harus menyingkap semua kegelisahan hatinya.

Mereka berdua duduk di sebuah kursi Taman. Tantan membuka pembicaraan.

“Aku mau langsung to the point saja. Aku Cuma minta kejujuran jawabanmu.” ucap Tantan dengan nada tegang.

“Kamu ingat kejadian minggu pagi kemarin?”

“Kejadian apa?” Pelangi bingung dan tak mengerti.

“Aku melihat kamu menyapa seorang lelaki dengan lembut ketika aku akan menghampiri meja kerjamu.” jelas Tantan.

“Oh, itu! Aku ingat kok. Yang aku digodain itu ya sama teman-temannya si Pribawa. Memangnya kenapa?”

“Kamu masih Tanya kenapa? Baiklah, aku mungkin tidak berhak mendapatkan penjelasanmu. Entah itu kamu berbohong atau tidak, aku sesungguhnya tidak layak mendapat penjelasan apapun darimu, karena aku bukan pacar kamu.”

“Baik, aku jelaskan. Jadi begini, Tan. Aku cuma menyapa dia secara biasa saja kok. Tidak lebih.” bantah Pelangi.

“Kamu yakin tidak punya hubungan apapun dengan lelaki itu? Aku berharap kamu jujur.”

“Baik, Tan. Begini, sejujurnya aku dulu pernah dekat sama dia. Aku pernah berpacaran sama dia. Tapi dia sudah mengkhianatiku. Kamu tahu kan sifat aku, walaupun udah disakiti, aku tidak pernah bisa membenci.” ucap Pelangi

“Jadi aku tetap menyapa dia dengan biasa. Kalau masalah pakaian yang warnanya hampir sama, itu cuma kebetulan.” lanjut Pelangi

“Hmm, i got it. Begitu ya. Jikalau memang benar begitu, aku benar-benar minta maaf nggie.” ungkap Tantan.

“Iya, tidak apa kok Tan.” ucap Pelangi lembut

“Aku boleh bertanya satu hal lagi?”, tanyanya.

“Apa? Silakan..,” Pelangi semakin penasaran

“Kamu berkenan jadi pacar aku?” ucap Tantan, pasti.

“What?? Aku tidak salah dengar Tan?” jawab Pelangi, kaget.

“Iya aku serius nggie. Aku sedang tidak bercanda. Aku jatuh cinta sama kamu.” tegas Tantan

“Kalau saja aku wanita single, Tan..Aku pasti mau jadi pacar kamu.”jawab Pelangi, diplomatis.

“Kok begitu memangnya kenapa? Aku tidak peduli dengan status kamu nggie. Seandainya pun kamu pernah menikah tiga atau berapa kali pun, aku tetap menerima kamu dengan ikhlas.” Tantan tak bergeming.

“Sebab, aku kasihan terhadapmu Tan. Kamu bisa mendapatkan wanita cantik manapun diluar sana. Mengapa mesti aku, wanita beranak satu?”, ucapnya dengan wajah lemas.

“Aku sudah bilang berkali-kali nggie. Aku tidak perduli dengan statusmu. Lagipula buktinya kamu bisa pacaran dengan si Pribawa.” sanggahnya.

Tiba-tiba pembicaraan terhenti sejenak, suasana hening dan sunyi selama beberapa menit.

“Nggie, kok kamu diam? Kamu menyimpan sesuatu dari aku?”

“Hmmm...,” suara Pelangi terbata-terbata. Pelangi seolah terhenyak dengan perkataan Tantan.

Tantan yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Pelangi. Dan Tantan siap dengan konsekuensi apapun yang akan keluar dari bibir manisnya.

“Please, nggie. Bicaralah! Apapun itu aku terima asalkan kamu jujur. Kamu tahu kan kalau aku sangat membenci kebohongan.”

“Iya, aku mengerti Tan.” jawabnya.

“Baiklah, jika kamu memaksa, aku akan bicara.”

“Iya nggie, aku butuh jawabanmu. Kamu mau jadi pacar aku?”

“Maaf, Tan. Aku tidak bisa.”

“Tapi kenapa, nggie. Jujur saja. Kenapa kamu tidak bisa?”

“Maaf, Tan. Aku tidak mencintaimu.”

Tantan tergolek lemas. Seketika saja, suara langit tiba-tiba bergemuruh. Rintik hujan pun mulai turun dari langit.

Tantan memandangi langit yang hitam. Wajahnya mulai digumuli oleh hujan.

Imaji Tantan langsung mengarahkan ingatannya pada kalimat yang selalu ia lontarkan.

Jika kau tersenyum pada langit, maka semesta alam pun akan tersenyum padamu. Dan jika kau bersedih, maka semesta alam pun akan menangis untukmu.

Tantan menyunggingkan senyum pilu pada langit.

Sementara hujan turun makin deras, Pelangi pun berlari mencari tempet berteduh.

Tapi Tantan tidak bergeser sedikitpun dari bumi yang dipijaknya.

“Tan, kamu ngapain? Cepat kesini, hujannya semakin deras!!” teriak Pelangi.

Tantan tak bergeming.

Kemudian kejadian aneh dan ajaib terjadi. Tantan melihat raganya secara perlahan terkikis, seiring tetes air hujan yang menghujam tubuhnya yang makin keras.

Tak lama berselang, Tantan menyadari bahwa separuh raganya hampir lenyap terhempas hujan. Sampai akhirnya, benar-benar lenyap diiringi teriakan dan isak tangis Pelangi.

 

Hujan adalah manifestasi Tuhan dalam menebarkan rindu.

Oleh karenanya, hujan adalah antitesisku.

Semakin deras tetesmu, semakin raib pula diriku.

- Sajak Debu -

 

Setiabudi, Jakarta Selatan, 25 Desember 2015 pukul 01.25 WIB

Teruntuk Pelangi Wulandari yang tak pernah mungkin aku miliki.

Aku selalu mencintaimu, Pelangi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun