Hari itu, hujan turun tanpa undangan. Tantan tak hentinya menatap jam yang terlilit dikulit gelapnya. “Aduh, ini hujan kok ga tepat waktu banget ya. I hate rain!, rutuknya pada langit.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, Tantan semakin gelisah karena hujan tak kunjung reda. Padahal hari ini adalah hari yang penting dalam hidupnya, hari dimana Tantan pertama masuk kerja setelah melewati beberapa tes dan training kerja yang membuat kepalanya agak pening.
Lima belas menit berlalu, akhirnya langit menghentikan tangisnya, hujan pun tiba-tiba berhenti tanpa instruksi. Dengan tergopoh-gopoh Tantan berlari menyusuri jalanan demi mengejar waktu yang tak bisa berkompromi. Dalam ketergesaannya, Tantan mencuri-curi pandangan pada langit pagi hari yang kurang bersahabat. Tantan mendapati sebuah pemandangan yang biasa tapi agak tak biasa. “Wahai, pelangi mengapa kau muncul dengan spektrum yang nyeleneh seperti itu,” ucapnya dalam hati.
Langit pagi itu memang agak ambigu bagi beberapa orang yang mungkin melihatnya. Sebab, pelangi tersebut berbentuk lurus memanjang (Pelangi yang biasa muncul berbentuk setengah oval), kemudian warna spektrum yang ditunjukkan (bukan mejikuhibinu) hanya berwarna biru..
Tapi Tantan tidak menghiraukannya dan melanjutkan langkah kakinya menuju tempat kerja. Setelah 5 menit berlari tanpa henti, Tantan menghentikan langkahnya di depan sebuah gedung 5 lantai di bilangan Jakarta Selatan.
Dengan nafas yang agak sedikit memburu, Tantan mengambil kartu akses masuk pada security yang berjaga di lobby. Perjuangannya belum berakhir, setelah mendapat kartu akses masuk, Tantan masih harus memanjat tangga ke lantai 2 tempatnya bekerja. Tantan melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07.55 WIB. Tantan bersyukur hari pertamanya bekerja tidak dirusak oleh hal yang paling dibencinya di dunia ini, yaitu hujan. Sejak kecil Tantan memang sangat membenci hujan, baginya hujan selalu memantik kesedihan akan kenangan.
Tantan menganggap hujan adalah hal yang paling menyedihkan di dunia ini. Dan sebagai kebalikannya Tantan justru sangat memuja atau mencintai Pelangi yang muncul setelah hujan berlalu. Tafsir dan persepsinya sungguh sederhana, bagi Tantan, Pelangi adalah simbol kehidupan, pelangi mengekspresikan keindahan Tuhan dalam wujud warna yang majemuk. Itulah kehidupan.
Tantan menempelkan kartu aksesnya di pintu masuk, ia segera menyiapkan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan untuk pekerjaannya.
Hampir 2 jam berlalu, Tantan bekerja dengan serius (tapi agak santai) dalam mengamati computer. Derap kaki yang pasti dari 2 sosok yang tak dikenali pelan-pelan melewati. Sebelum langkah kaki tersebut melewatinya, Tantan memalingkan wajah ke arah derap kaki tersebut. Sesosok wanita berperawakan tinggi mengenakan jlibab yang anggun menyunggingkan senyumnya, seketika itu Tantan terdiam, kedua bola matanya tak berkedip, Tantan merasakan waktu berhenti dalam beberapa detik. Tantan merasakan adegan slow motion yang pernah dilihatnya di film Matrix (yang diperankan Keanu Reeves). Dia ragu atas kejadian yang baru saja dia alami. Tantan tak ingin menyadarkan waktu. Tantan berharap dunianya berhenti dan terus menikmati keindahan yang baru saja dia lihat.
Tantan pernah berujar bahwa Cinta menurut prosesnya terbagi 2: Pertama, Cinta Pada Pandangan Pertama; Kedua, Cinta yang bisa dibuat.
Untuk definisi yang pertama rasanya tak perlu kita jabarkan lagi. Sedangkan untuk cinta jenis kedua adalah Cinta yang bisa tumbuh karena terbiasa, entah itu terbiasa bertemu, terbiasa jalan, terbiasa ngobrol, dan pada akhirnya cinta pun muncul sebagai reaksi dari aktivitas terbiasa tersebut. Dan fenomena yang baru saja Tantan rasakan adalah Cinta Pandangan Pertama. Begitulah.