"Sayang, cemburu itu tidak harus diungkapkan. Siapa bilang aku tidak cemburu melihat wanita yang aku sayangi berduaan dengan lelaki lain? Siapa bilang aku tidak kesepian saat wanita yang aku sayangi pergi menemui lelaki lain dan meninggalkan aku sendirian di rumah? Pastilah aku cemburu. Tapi, sayang itu membuat orang menjadi baik. Bukan sayang kalau selalu membatasi. Bukan sayang kalau selalu berpikiran negatif. Aku mengizinkanmu menemui temanmu itu bukan karena aku tidak mau menemani kamu. Tapi terlebih kepada menghargai kamu. Bagaimanapun, kamu tetap seorang pribadi yang memiliki urusan pribadi. Aku percaya sama kamu. Harapanku, kamu bisa menjaga kepercayaanku itu," ulas Dans panjang. Ia menggenggam tangan kananku. Meremasnya. Lalu mencium lembut punggung tanganku.
Melihat tingkahnya itu, aku tidak terlalu banyak bereaksi. Tetapi jauh di dalam hatiku, tersimpan rasa haru yang luar biasa.
"Dans, aku sangat menyayangimu," ucapku dalam hati.
*
"Kau cantik sore ini, Key," Faiz memulai pembicaraan dengan sebuah pujian untukku. Sekilas aku memperhatikan dirinya. Celana panjang dipadu kemeja lengan pendek warna orange bergaris putih yang ia kenakan membuatnya tampak rapi. Rambut gondrong yang dulu menjadi andalannya, kini sudah dipotong. Mungkin hanya tersisa dua sampai tiga centimeter. Secara keseluruhan, aku lebih suka penampilannya yang sekarang. Bersih. Tampan. Cukup mengesankan.
Aku duduk menghadap Faiz.
"Mau pesan apa, Key?" tanya Faiz begitu menerima daftar menu dari pelayan cafe.
"Coffe latte," jawabku.
"Ada yang lain?"
"Itu saja. Aku tidak lapar."
"Coffe latte satu, cappuccino satu," kata Faiz kepada pelayan yang berdiri di sampingnya. Ia menyerahkan kembali daftar menu kepada pelayan itu.