“Maaf, besok
kita ngga jadi ketemuan. Hari Sabtu aja, gimana?”.
Aku balas
tersebut dengan setengah kesalnya.
“Ya sudah. Mau
gimana lagi.Sampai ketemu besok, Sabtu ya An!”.
H
-1
Sinar
surya belum lagi menampakkan ke agungannya. Suara kicau burung-burung gereja
bernyanyi sudah turut serta mengundang keceriaan di suasana pagi. Sebelum
bertemu matahari, aku sudah siap bergegas ke tempat kerja. Seribu meter,
ratusan kilo menjadi saksi bisu untuk sampai ke tempat kantor.
Telah
menjadi tradisi, biasanya setiap pagi selalu ada briffing di perusahaan ini. Briffing
yang menjelaskan rencana kerja dan apa yang akan di kerjakan hari ini. Tanpa
pernah kuperdulikan apa saja yang harus kulakukan hari ini. Sebab pikiranku terlalu
asyik memikirkannya. Lagi pula tugas utama-ku di kantor ini hanya menunggui
surat keluar dan mengantarkannya ke fungsi lain.
Persiapan serta seluruh rencana harus tetap
berjalan baik. Aku ambil secarik kertas serta kususun beberapa runutan kejadian
yang mungkin nanti dapat terjadi. Setelah selesai dengan semua persiapan,
saatnya membuat kepastian pertemuan. Aku hidupkan komputer guna mencari jawaban
darinya. Begitu mengejutkan, tidak biasanya kotak inbox ini di penuhi dengan pesan yang belum di buka. Diantara beberapa
pesan-pesan yang tidak penting, aku dapati pesan dari salah seorang sahabat
semasa kuliahku dulu. Ah, ternyata undangan pernikahan yang bertepatan dengan
pertemuan besok. Biasanya aku paling malas untuk datang ke acara pernikahan.
Namun kali ini, undangan ini telah membuatku mengatur ulang jadwal yang
bertepatan dengan pertemuan. Berkali-kali pesan singkat yang aku kirimkan melalui
email tidak di jawab. Tidak hilang
akal, aku hubungi lewat telepon cellular.
“Hallo.. Besok
gimana, An? Jadikan kita ketemuan!”.
“Ya.. Besok jadi.
Kita ketemu di Pondok Indah Mall”.
“Jam berapa, An?!”.
“Jam tujuh
malam”.