“Vina! Vinaaaa!!!”
Teriakan perempuan berambut ikal itu membuyarkan semua memori dan nostalgia yang sementara kurajut kembali.
“Oh, Lita, ada apa sih?”
“Itu, dipanggil Rudi jalan ke taman. Kamu mau nggak?”
“Iya. Terimakasih sudah mengingatkan!” kataku santai.
“Wah, kamu beruntung sekali mendapatkan lelaki yang perhatian seperti dia. Jujur, aku cemburu. Apakah kalian sudah resmi jadi sepasang kekasih?”
Pertanyaan Lita membuatku tertegun sambil menunduk. Lita terus mendesak jawabanku
“Tidak,” jawabku datar. Dahi Lita berkerut.
“Vin, jangan bilang lagi padaku kalau kau menolak cinta lelaki yang satu ini. Ingat vin, sudah 12 cowok yang kamu tolak, dan sampai sekarang kamu belum berpacaran sama sekali. Ingat, umurmu sudah 27 tahun, sudah waktunya! Jangan sia-siakan kesempatan yang ada.”
Kata-kata emas Lita kubalas dengan cibiran. Selalu saja kalimat yang sama itu diucapkannya. Aku hanya meneruskan aksi diamku dan tidak menggubris ocehannya. Bagaimanapun aku akhirnya menyerah untuk pergi bersama Rudi. Segera kusiapkan diriku walaupun dengan enggan.
“Baiklah Lit, aku pergi dulu,” kataku santai pada Lita segera setelah aku siap.