Mohon tunggu...
FN
FN Mohon Tunggu... Sekretaris - Desa

_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

M.U.S.I

15 Mei 2024   19:35 Diperbarui: 18 Mei 2024   16:29 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman Benteng Kuto Besak (BKB), tempat yang dulu aku datengin buat nongki rame-rame. Tapi malam ini beda, aku kesini sendirian.

Duduk di kursi paling deket sungai, aku bisa bebas ngeliatin Jembatan Ampera yang bermandikan cahaya. Vibesnya masuk, bikin aku gampang tenggelam dalam lamunan. Angin yang sepoi, gerak lembut air Sungai Musi, background musik gitar dengan lagu Geisha, "Terpaksa aku sendiri, melamun di pinggir kali." Wait, loh kok? Ternyata lagu dari pengamen yang lalu "Ehm!" ngedehemin aku. Pas tangan aku menolak karena gak punya uang kecil, dia malah bilang lirih, "Lanjutin bengongnya broo,". Langsung aku tatap tajam pengamen bergitar buntung itu tapi eh dia malah nyengir sambil menjauh. Hish rasanya pingin ngebuntungin juga mulut mancungnya. "Sabar bray, masalah kamu udah segunung, ngapain nyari gunung lain lagi? Udah di rem ajah," Aku nyoba nenangin diri sendiri sambil berdesah panjang.

Di sekitar aku tambah banyak yang makan sambil cuap-cuap. Mereka dari berbagai circle dan usia, tapi kebanyakan masih ABG. Kadang di tengah lamunanku, ada obrolan mereka yang aku denger dan relate sama kondisi aku sekarang. 

"Hampir purna, Bupati ini malah hadapi segudang masalah,"

"Pejabatnya naik dilantik, kemiskinan gak turun digarap,"

"Pasar digusur gegara barter politik. Ish, gue jadi muak sama politik,"

Pada setiap obrolan itu, batin aku rasanya ketindih batu segede gunung. Paling cuma nikotin yang bisa jadi temen peringan masalah-masalah itu saat ini. Itupun aku sudah berjanji, selepas malam ini aku bakal berhenti merokok.

Duh gak bawa korek lagi. "Permisi, boleh pinjam koreknya Bang?," pintaku pada cowok berbadan gede yang duduk agak jauh dibelakangku. Lelaki sangar bertato ini naruh rokoknya lalu ngerogoh sakunya, tapi koreknya malah jatuh, "Eh copot copot!" latahnya yang bikin aku shock. Korek pinknya buruan aku pakai lalu kembalikan "Makasih," tanpa aku bilang Bang lagi.

Angin kembali berhembus sepoi. 

Ketika aku pandangi menara Jembatan Ampera, memoriku kembali pada mereka yang selama ini sangat aku kangeni. Mereka yang pergi tanpa pamit sebelum aku berikan hadiah spesialku. Mereka yang sudah bertahun-tahun tak pernah berkirim kabar. Mereka yang... ah sudahlah.

"Sini! Duduk sini aja." kata seorang ibu yang minta rombongannya agar mendekat. Rombongan itu kesemuanya perempuan. Aku geser sedikit ke samping agar asap rokokku gak sampai ke mereka.

"Om, om," tiba-tiba anak seumuran TK menepuk pelan kakiku,"Om, kata Mamiku merokok itu bisa bahaya lho om,"

Langsung kuinjak rokok yang memang tinggal pendek ini. "Bahayanya apa Dik?" tanyaku.

"Bisa bikin kanker Om."

"Kanker itu apa Dik?"

"Dompet Kering Om." jawabannya bikin aku terkikik, saking polosnya dia.

"Benny! Hayo jangan nakal," seorang wanita dari rombongan itu mendekat, "Maaf ya Bang, cucu saya ini kadang suka gangguin orang,"

"Gak mengganggu kok Bu,"

"Aku pingin duduk di situ!" Kata anak yang bernama Benny itu sambil menunjuk kursi di depanku persis.

"Tapi kamu belum makan Benny,"

"Aku maunya makan disitu," Kata Benny masih menunjuk kursi di depanku.

"Nanti kalau di situ kamu malah mengganggu Abang ini,"

"Gak mengganggu kok Bu, gak papa, biar adiknya duduk di situ saja,"

"Benny, tapi kamu harus janji makan sendiri sampai habis ya,"

"Ya Nek, tapi nenek harus nemenin aku duduk di sini lho,"

Benny dan neneknya akhirnya duduk di depanku. Benny mau makan sendiri meski cara makannya lambat karena sambil main mobil-mobilan.

"Nama cucunya bagus Bu," kataku.

"Iya Bang. Nama yang terinspirasi dari cerita temen,"

"Ceritanya bagaimana Bu?"

"Panjang Bang ceritanya,"

"Boleh saya dengar ceritanya Bu? Saya ini orang yang suka dengar cerita inspirasi dari orang Bu,"

"Yakin Bang?"

"Iya, yakin Bu, dari pada saya cuma bengong di sini, kebetulan lupa gak bawa hape juga."

"Abang namanya siapa?"

"Wira Bu,"

------------------------------

Benny masih seumuran anak TK waktu itu, dan begitu takut dengan dunia luar. Setingan orang tuanya memang menjadikannya anak rumahan. Segala macam mainan gadget anak ada di rumahnya, karena papa mamanya orang yang punya banyak duit. Papa mamanya sangat sibuk sampai mereka jarang punya waktu main bersama dia.

Mereka gak mudah ngasih izin anak tunggalnya keluar rumah, setelah suatu insiden pernah terjadi. Insiden itu adalah diculiknya Benny pas masih berumur dua tahun. Ditebus duit dua milyar oleh papanya, Benny pun dilepas tapi pelakunya belum ketangkep sampai sekarang.

Warna hidup anak itu mulai berubah ketika dia nantinya kenal pegawai baru yang bekerja di kantor papanya. Pegawai baru itu gak bekerja sebagai pengasuh anak tapi mereka dekat dengan anak. 

Suatu ketika anak itu lagi main mobil remot di kebun belakang rumah. Mungkin lebih tepatnya hutan berpagar tembok sih dibanding kebun belakang, karena saking luasnya. Keasyikan main remot, dia gak sadar terlalu jauh dari pengasuhnya. Waktu itu gak tahu kenapa pengasuhnya juga gak nyariin dia. Ternyata dikemudian hari baru ada kabar kalau pengasuhnya kena serangan jantung dan jatuh di parit pinggir jalan.

Pas udah terlanjur jauh begitu, dia baru sadar kalau sendirian. Menangislah dia sejadi-jadinya karena takut diculik orang, padahal masih di dalam pagar. Tiba-tiba datanglah salah satu dari pegawai baru itu, "Halo adik, kamu kenapa? Jatuh?" Kakak itu lalu mengecek seluruh tubuh dia, "Oh ternyata gak papa, yuk Kakak anter pulang". Pas itu Benny gak ngerasa takut karena dalam pikirannya yang namanya penculik itu laki-laki.

Saat diantar pulang, Benny diajak ngobrol sambil kadang diajak pula bernyanyi. Benny ngerasa cepet akrab, sampai dia bisa tanya ke kakak itu, "Kakak namanya siapa?" Jarang banget dia tanya begini sama orang asing.

"Aku Melly, kamu siapa ganteng?"

"Aku Benny," jawabnya singkat.

"Kalau kau suka hati bilang Benny (Benny), kalau kau suka hati bilang Benny (Benny), kalau kau suka hati mari kita bersama, kalau kau suka hati bilang Benny (Benny)," Melly menyanyi bersaut-sautan dengan Benny. 

Sebagai gambaran, jalanan di sini berupa aspal yang kanan kirinya tumbuh Pohon Pinus dan tumbuhan lainnya. 

Melly berhenti ketika melihat Bunga Kencana Ungu di pinggir jalan. Dia lalu mengambil buah atau biji dari bunga itu, 

"Kakak punya sulapan. Lihat biji ini ya," Melly menaruh beberapa biji tanaman di telapak tangan Benny, "Kakak kasih air sedikit, lalu kita tunggu," 

Biji tanaman itu lalu meletus, thak! thak!

"Wow!" Benny sedikit terkejut, tapi dia senang. Dia lalu nyoba sendiri dengan tangannya.

"Kak Melly rumahnya mana?" 

"Aku tinggal di asrama pegawai. Itu kelihatan yang catnya biru," jawab Melly sambil menunjuk gedung di seberang sana.

Mereka terus berjalan sampai Benny ditemukan pengasuhnya yang lain. "Saya baru jogging terus tadi nemu anaknya menangis di jalan sendirian Bu," terang Melly ke pengasuh Benny yang dikiranya ibunya.

Di lain hari Benny mengajak pengasuhnya ke asrama pegawai. "Kak Mellynya ada?" Tanya Benny.

"Baru sift-nya bekerja Adik. Ini Benny yang kemarin ketemu Kak Melly ya?" tanya kakak itu. Benny jawab dengan anggukan kepala.

"Sini main sama Kak Uswa ajah," kata Uswa sambil menunggu respon pengasuh Benny.

Si pengasuh itu mengizinkan tapi tetap menunggui Benny. Maksudnya menunggui itu duduk di gazebo dengan kebiasaanya yang sama yakni main hape.

Sementara itu Uswa menggandeng Benny ke taman kecil di depan asrama pegawai. Ternyata Benny juga cepet deket dengan Uswa. Kakak ini lucu dan bisa ngajarin dia banyak eksperimen yang keren dan mudah. Dia diajari membuat pelangi dengan cermin dan air; perahu kertas tenaga sabun; dan sebagainya.

Beberapa waktu kemudian, pulanglah Melly bersama dua kakak yang lain.

"Halo Benny," Sapa Melly dengan ceria, "Kak Melly punya teman main lagi, ini Kak Septi dan Kak Isti,"

"Halo Benny," sapa Septi dan Isti, "Yuk kita main gobak sodor gimana?" kata Isti.

"Gobak apa kak? Apa itu?" tanya Benny.

"Ini permainan kejar-kejaran yang seru banget Benny," jelas Septi.

Kebetulan di samping taman ini ada lapangan bulu tangkis yang udah ada garisnya. Isti lalu mengajak kami semua kesana sambil ngasih tau aturan mainnya.

"Ayo Ben, kamu harus berani ngelewatin Kak Uswa," seru Melly.

Kelihatan betul Benny yang masih kaku dan takut.

"Ayo semangat Ben, nanti aku agak minggir biar kamu bisa lewat, tapi cepat ya, ayo," tambah Uswa. Tapi Benny masih kagok juga.

Melly melompat mendekati Benny dan menatapnya lembut, "Ben, ayo aku gandeng sekali. Setelah itu kamu berani lari sendiri ya," tambahnya sambil pegangi kedua pipi Benny. 

Benny ngerasa ada dorongan kuat dari dalam tubuhnya yang bikin dia deg-degan dan berkeringat. Anggukan kepala Melly seperti sinyal buat Benny untuk bersiap, dan mulailah Melly menggandengnya dengan lari kecil tapi sigap.

"Hore Benny berhasil!" kata Melly yang disambut tepuk tangan yang lain.

"Sekarang lewati aku Ben," suruh Septi di garis belakang.

Benny langsung gas lari kencang. Sayangnya bukan ke celah garis tapi malah ke arah Septi langsung. Septi pun gelagapan dan spontan menghindar.

"Wow Benny bisa berani sendiri," kata Isti yang disusul lagi dengan tepuk tangan.

Permainan ini asyik banget. Benny jadi merasa menemukan dunia baru yang bikin wow dari permainan seperti ini. Dunia yang merdeka dari segala gadget yang sering bikin matanya sakit. Dunia yang ajari dia bahwa tertawa lepas bersama kawan itu lebih menyenangkan dibandingkan bersama hape atau komputer.

Di sisi ini, mereka berlima makin larut dalam keseruannya. Di sisi lain, seseru apapun permainannya, pengasuh Benny tetap gak bergeming dengan hapenya di kejauhan sana.

Setelah hari itu, Benny sering main ke tempat kakak-kakak itu. Biasanya hari Minggu pagi kalau mereka gak pulang ke rumah masing-masing. Kadang dia cuma diantar pengasuh sampai asrama, lalu pulangnya diantar kakak-kakak itu.

Hingga suatu hari..

Datanglah weekend yang sepi karena Benny ditinggal Papa Mamanya ke luar negeri. 

"Tok tok tok," 

Pintu dibuka Melly, "Hai Benny, kamu sama siapa?" tanya Melly sambil mengamati teras depan kamarnya.

"Sendirian Kak,"

Reaksi Melly datar. Sepertinya dia tahu kalau Benny datang tanpa diantar pengasuh alias tanpa izin. Namun dia gak marah, "Wah hebat kamu, udah berani sendirian ya, sini masuk,"

Ternyata di dalam kamar sudah ada tiga kakak yang lain. "Halo Benny," ketiganya menyapanya. Benny amati mereka udah pakai baju rapi dan wangi.

"Us, sini," panggil Melly kepada Uswa yang lagi nemenin Benny baca majalah, "Sebentar ya Ben,". Empat cewek teman sekelas SMA itu lalu seperti berunding tapi lirih.

Sejurus kemudian Septi ngedeketin aku, "Ben, yuk ikut Kakak,"

Benny gak banyak tanya, saking percayanya dia kepada mereka berempat.

Setelah dipakaikan topi dan masker, dia diminta nempel Melly terus. Seandainya nanti ketemu satpam, dia disuruh untuk diam dan sembunyi di belakang kayak-kakak ini.

Akhirnya mereka berangkat. 

Di gerbang depan mereka terhenti ketika ditanyai satpam. Melly dan Uswa keliatan sibuk mengalihkan perhatian satpam itu sampai mobil taksi online datang. 

Dengan sedikit perjuangan itu mereka berhasil berangkat begitu mobilnya tiba. Dengan sedikit kesabaran pula mereka sampai ke tempat yang dituju, Taman BKB di pinggir Sungai Musi. 

Benny keliatan seneng banget karena baru kali itu dia ngelihat Jembatan Ampera dan Sungai Musi dari jarak dekat. Tambah seneng lagi pas bisa ngerasain berbaur dengan banyak anak, karena ada spot buat permainan anak yang hampir semuanya dia coba. Terakhir dia di ajak makan malam di Dermaga Point BKB. Di sini dia makan dengan lahap, padahal dulu cerita dari pengasuhnya Benny termasuk anak yang susah makan, apapun menunya.

Di tempat itu juga disediakan live music akustik yang ngebolehin pengunjung untuk bernyanyi diiringi band. 

"Sep, ayo nyanyi," ajak Melly.

"Hah, sekarang banget Mel?"

"Iyalah, ntar nyanyinya dua dua. Aku sama Septi dulu, ntar ganti kalian berdua,"

"Oke, siapa takut," jawab Isti. 

Melly dan Septi maju pas panggung lagi kosong. Mereka telah menyiapkan judul lagu sebelumnya untuk dinyanyikan berdua.

"Met malam, lagu ini untuk Benny yang duduk di belakang sana. Benny we love you," kata Melly sambil menyusun jarinya membentuk lambang love. 

Mereka nyanyi lagu lama Project Pop berjudul Ingatlah Hari Ini. Mereka gak begitu hafal liriknya jadi mereka baca lewat hape. Tapi ketika masuk bagian reff terakhir hapenya malah error sehingga keliatan kagoknya. Gak disangka pengunjung lainnya ramai-ramai ngebantu nyanyi, jadi malah meriah banget.

"Kamu sangat berarti

Istimewa di hati

Selamanya rasa ini

Jika tua nanti

Kita t'lah hidup masing-masing

Ingatlah hari ini"

Lagu ini ditutup dengan riuh tepuk tangan dari pengunjung. 

Selanjutnya giliran Uswa dan Isti yang maju. 

"Hallo semua. Lagu ini juga untuk Benny dan semua pengunjung yang merasa bahagia malam ini." 

Lagu yang dinyanyikan berjudul Langkah Satu dengan penyanyi aslinya Vida Anindita. Lagu ini trending di Youtube di akhir tahun 2049 kemarin. Penyanyinya pun termasuk pendatang baru di belantika musik tanah air. 

Meski baru, tapi dia udah sangat famous dan dikenal luas. Seperti ini reff nya:

"Pelangi menyapa bumi

Segarkan nurani setelah mimpi

Langkah berani dari hati

Yakini diri bahagia kan dijumpai"

Begitu mau masuk reff kedua, tiba-tiba naiklah penyanyi aslinya, Vida Anindita, langsung menyanyikan reff tersebut. Semua kaget dan gak percaya, apalagi Uswa dan Isti yang setengah mematung bengong di panggung. Isti langsung mengeluarkan hape untuk selfie bersama sang idola. Para pengunjung di luar pun akhirnya merangsek masuk untuk berjumpa dengan vokalis tersebut. 

Benny dan keempat kakak itu sempat foto bersama Vida, sebelum artis itu akhirnya pergi. Rona bahagia terpancar dari senyum mereka semua.

Angin malam semakin dingin.

Meski begitu, malam Minggu itu dibuat Tuhan tetap cerah sehingga setiap manusia yang menikmatinya begitu bersyukur. Tak ubahnya seperti mereka berlima yang larut dalam obrolan dan cerita kegembiraan. Meski kadang cerita mereka gak jelas arahnya, tapi toh ujungnya adalah tawa bersama.

Sebelum pulang, mereka mampir ke photobox buat foto bersama. Tampak betul kebahagiaan disetiap wajah dalam foto yang dicetak. Masing-masing menyimpan satu foto cetak sebagai bukti kalau malam itu gak akan terlupakan. Khusus milik Benny, di balik foto yang dibawanya ditulisi MUSI (Melly -- Uswa -- Septi -- Isti)

------------------------------

"Udah segitu ceritanya Bu?"

"Belum sih. Bang Wira gak bosen?"

"Gak lah Bu, saya malah terinspirasi. Lanjutannya gimana Bu?"

"Pagi harinya kami berempat dipanggil oleh Direktur perusahaan, namanya Pak Edo, beliau itu papanya Benny."

"Kami?" tanyaku.

Tahu-tahu ada yang setengah teriak memanggil, "Mel! ini Uswa sama Isti mau pamit duluan, besok ketemu lagi di hotel."

"Bentar, aku belum ngobrol sama kalian, sabar lah. Nanti aja baliknya." jawab Ibu itu.

"Berarti Ibu namanya Bu Melly ya?" tanyaku.

"Iya Bang,"

"Terus yang manggil tadi Bu Septi?"

"Iya, bener."

Aku mengangguk paham. "Berarti dulu Bu Melly dipanggil Direktur karena ketahuan membawa Benny keluar rumah?"

"Iya,"

"Di marahi?"

"Gak bang. Pak Edo itu sebenarnya orangnya baek banget. Beliau berjuang mati-matian untuk keluarganya, meski kadang kurang ada waktu untuk anaknya. Kurang ada waktu itu gak berarti sayangnya berkurang buat anaknya lho. Justru saking sayangnya, maka penjagaan untuk Benny itu terlalu berlebihan. Benny malah merasa dikurung seperti di sangkar emaskan."

"Trus Ibu diapakan?"

"Kami berempat diberhentikan."

"Hah diberhentikan?"

"Iya, tapi dengan pesangon, alias bisa dibilang dengan hormat." 

"Ibu terima begitu aja?"

"Pertimbangan beliau udah matang dan final, salah satunya biar yang lain gak ikut-ikutan. Beliau juga berterima kasih karena kami udah mengajarkan anaknya lebih berani dan percaya diri."

"Sebentar Bu, aneh lho kalau ibu gak membela diri?"

"Bang Wira, bukannya kami gak membela diri. Asal abang tau, Pak Edo itu orangnya bijak banget. Beliau waktu itu menjelaskan besaran pesangon kami. Jadi, kami diberikan pesangon masing-masing satu milyar rupiah."

"Wow, satu milyar?"

"Iya, tapi ini rahasia lho Bang."

"Iya, Bu Melly. Mulut saya bisa dipercaya."

"Satu milyar itu kalau dihitung-hitung, jauh melebihi gaji kami sampai pensiun di perusahaan Pak Edo." terang Bu Melly.

Aku mengangguk lagi tanda paham.

"Setelah itu Bu Melly dan yang lainnya kemana?"

"Kami pulang ke rumah masing-masing, dan sesuai perintah Pak Edo kami gak boleh pamit ke Benny. Gak lama kemudian kami udah menikah semua. Saya dan Septi ikut suami di Jawa, Isti ikut suaminya di Kalimantan. Cuma Uswa yang masih di Sumatera, di Bengkulu tepatnya." saat Bu Melly menjawab ini, Bu Uswa, Bu Septi dan Bu Isti mendekat. Sepertinya tiga ibu ini pingin menyela ngomong.

"Mel, ini udah malam lho, apa gak dilanjut besok pagi aja?" Tanya Uswa.

"Sudah berapa tahun Bu Melly gak ketemu Benny?" Mendadak aku juga menyela sebelum pertanyaan Bu Uswa tadi di jawab Bu Melly.

Pertanyaanku mendapat respon dari tiga ibu yang baru mendekat ini. Mereka dengan Bu Melly saling pandang, "Mel, kamu cerita pada Abang ini?" Tanya Bu Uswa.

"Iya Us, ini namanya Bang Wira," jawab Bu Melly. "Maaf tadi apa yang Abang tanyakan?"

"Sudah berapa tahun Bu Melly gak ketemu Benny?"

"Wah sudah lama banget Bang, sudah lebih dari 15 tahun mungkin."

"Selama itu Bu Melly gak sekalipun pingin ketemu Benny?"

"Pingin banget Bang, tapi saya, Septi dan Isti terkendala masalah jarak dan kesibukan di rumah. Uswa sendiri selain menjadi ibu, juga merawat mertuanya yang sedang sakit-sakitan. Nah hari ini adalah hari yang sama-sama kami luangkan Bang. Kemarin kami sempet ke rumah Benny, tapi ternyata dia sekeluarga sudah lama pindah ke Bogor." jawaban Bu Melly ini dibenarkan tiga ibu yang lainnya.

"Gak kontak-kontakan lewat hape atau media sosial begitu Bu?"

"Dulu yang nyimpen nomor rekan-rekan kantor cuma saya, eh malah hape saya rusak. Trus kebetulan juga akun medsos kami berempat semuanya mode bisnis, tidak ada yang punya username atau untuk postingan pribadi Bang." tambah Bu Melly. 

"Tapi kadang aku juga galau lho Mel, jangan-jangan Benny udah gak kangen atau parahnya malah lupa pada kita?" kata Isti.

"Benny sangat kangen, dan tidak mungkin lupa pada kalian, meski udah gak ketemu 26 tahun tepatnya ." kataku yang membuat mereka bengong.

Aku keluarkan sebuah foto dari dalam dompetku, dan kuletakkan di meja.

"Allohuakbar Benny!!!" teriak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun