Arena adalah ruang di mana interaksi sosial berlangsung dan di mana kekuasaan dan kapital dipertaruhkan. Arena dalam konteks CFC mencakup lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan multinasional, konsultan pajak, dan masyarakat sipil. Di arena ini, berbagai aktor berinteraksi, bernegosiasi, dan bersaing untuk mempengaruhi kebijakan dan implementasinya.
Di arena perpajakan CFC, terdapat berbagai aktor dengan kepentingan yang berbeda, termasuk pemerintah, otoritas pajak, perusahaan multinasional, konsultan pajak, dan masyarakat luas. Setiap aktor berusaha memaksimalkan keuntungan mereka dan meminimalkan kerugian melalui penggunaan kapital yang mereka miliki. Pemerintah dan otoritas pajak mungkin berupaya memperkuat regulasi dan meningkatkan kepatuhan pajak untuk meningkatkan penerimaan negara. Di sisi lain, perusahaan multinasional mungkin berusaha mencari celah hukum yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban pajak mereka.
Habitus dalam Konteks Perpajakan CFC di Indonesia
Habitus adalah konsep yang merujuk pada sistem disposisi yang dipelajari dan diinternalisasi oleh individu atau kelompok, yang membentuk cara mereka bertindak, berpikir, dan merasakan. Dalam konteks perpajakan CFC di Indonesia, habitus mencerminkan pemahaman dan perilaku wajib pajak serta otoritas pajak terkait regulasi dan implementasi aturan CFC. Habitus ini terbentuk dari pengalaman dan interaksi mereka dengan sistem perpajakan serta dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Wajib pajak yang memiliki habitus yang kuat dalam pengetahuan perpajakan akan lebih cenderung untuk merancang struktur perusahaan yang efisien secara pajak. Mereka mungkin memiliki pemahaman mendalam tentang celah-celah hukum dan strategi-strategi penghindaran pajak yang legal, serta kemampuan untuk mengakses layanan konsultan pajak yang berpengalaman. Selain itu, mereka cenderung mengikuti perkembangan regulasi perpajakan terbaru untuk menyesuaikan strategi mereka dengan perubahan kebijakan yang ada.
Di sisi lain, otoritas pajak yang memiliki habitus proaktif dan memahami dinamika CFC akan lebih mampu menegakkan regulasi secara efektif. Habitus ini mencakup kemampuan untuk melakukan audit yang mendalam, mengidentifikasi praktik-praktik penghindaran pajak, dan menegakkan sanksi yang sesuai terhadap pelanggaran. Petugas pajak yang memiliki habitus demikian sering kali memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan yang kuat di bidang perpajakan internasional serta akses ke teknologi dan metode analisis data yang canggih.
Habitus ini berperan penting dalam menentukan bagaimana kebijakan perpajakan CFC diterima dan diterapkan di lapangan. Misalnya, jika wajib pajak memiliki habitus yang cenderung menghindari pajak dan melihat regulasi CFC sebagai hambatan, mereka mungkin akan mencari cara-cara kreatif untuk meminimalkan dampak kebijakan tersebut. Sebaliknya, jika otoritas pajak memiliki habitus yang mendukung kepatuhan dan memiliki kapasitas untuk menegakkan aturan dengan tegas, mereka akan lebih efektif dalam mengawasi dan mengendalikan praktik penghindaran pajak.
Dengan demikian, habitus bukan hanya mencerminkan disposisi individu, tetapi juga mencerminkan hubungan kekuasaan dan dinamika sosial yang ada dalam arena perpajakan CFC. Habitus wajib pajak dan otoritas pajak saling mempengaruhi dan membentuk konteks implementasi kebijakan perpajakan. Memahami habitus ini dapat membantu kita menganalisis tantangan dan peluang dalam penegakan regulasi CFC di Indonesia, serta merancang intervensi kebijakan yang lebih efektif dan responsif terhadap kondisi lapangan.
Habitus Wajib Pajak
Wajib pajak, terutama perusahaan multinasional, memiliki habitus yang terbentuk oleh pengalaman dan pengetahuan mereka tentang perpajakan internasional. Habitus ini mencakup beberapa aspek: