Batin Aco tersentuh, ia tidak pernah memikirkan sejauh itu.
"Begitumi juga dengan ibadah, Aco"
Saat Puang Puji menyangkutpautkan pembicaraan tadi dengan ibadah, Aco mulai paham. Ia mengangguk-angguk malu.
"Kita selalu sibuk menyelesaikan yang wajib, tapi pas yang tidak wajib, lebih sibukki dengan dunia. Itu lagi kita lakukan yang wajib karena takut masuk neraka, tidak taumi kalo tidak takutki neraka, masih adaji kah yang mau menyembah"
Puang Puji mengadah, melihat langit-langit teras rumah.
"Terlalu pelitki luangkan waktu untuk ngopi sama Puang Ta'ala. Padahal ndadaji ruginya"
Aco tertunduk malu, kebenaran ucapan Puang Puji menampar batin Aco.
"Tidak adaji artinya itu julukan Puang di mata-Nya, nak. Makanya bahas beginian buat saya tidak lebih baikja dari cucuku"
Aco tidak tahan dengan dirinya, terlalu malu di hadapan neneknya itu. Ia langsung bersimpuh menyalami neneknya.
"Maluka, Puang. Maluka. Selama ini selaluka lupa, tidak pantaska kurasa duduk di kursi, Puang"
"Sudahmi, nak. Sudah, sama-sama mi kita perbaiki diri, saya juga malu bicara seperti itu sama kau, tidak lebih baik ka dari kau, nak"