Mendengar pertanyaan yang tidak biasa dari neneknya ia kebingungan, bukankah lumrah jika seorang cucu menuruti permintaan neneknya?
"Iye, karena kita yang minta, Puang"
Jelas Aco.
"Saya tauji, tapi alasanmu ikuti apa yang saya minta itu, apa? Takut? Atau harapko imbalan? Atau atas dasar pengabdian? Atau bagaimana?"
Aco masih kebingungan, benaknya dipenuhi tanda tanya, ada apa sebenarnya?
"Tidak bisaka bohong, Puang. Tentu takutka durhaka kalau tidak saya turuti mauta, disisi lain saya berharap imbalan juga walaupun itu sekedar di sayangka sama kita, Puang. Tidak lupa juga pasti karena nenekku ki, jadi haruska mengabdi sama kita. Apa lagi kita yang uruska dari kecil, Puang"
Puang Puji mengangguk mendengarkan jawaban lugas Aco yang menurutnya cukup jujur dari seorang cucu.
"Terus kenapa baru tadi ko buatkan kopi dirimu? Na selama ini selaluka ko buatkan kopi tapi tidak pernahko buatkan dirimu kopi. Padahal tidak adaji biasa ko bikin setelahmu buatkan ka kopi setiap mintaka sore-sore dibuatkan?"
Skakmat. Aco kehabisan akal memikirkan pertanyaan Puang Puji yang benar-benar diluar perkiraan. Bukan hal yang berat untuk dicerna, tapi terlalu tidak biasa untuk dipikirkan.
"A-anu, Puang... ee..."
Gelagap Aco membuat Puang Puji cengengesan.