Petang mulai menginjakkan kaki-kakinya pada temaram. Dewi malam asyik berlindung dibalik tudung awan ditiup semilir angin pesisir yang berdesir. Langit memang seperti menampakkan kemurungannya akan tetapi tidak pada sebuah desa dipinggir pesisir itu. Suara bisik ibu-ibu di dapur terdengar samar dilatari bunyi gongsengan  antara wajan dan sorthil. Lampu-lampu pun terlihat benderang mengalahkan bulan yang enggan menampakkan keelokannya.
     "Sudahlah nak, itu sudah keputusan bapakmu. Kamu tahu sendiri bapakmu itu jika sudah punya keinginan tidak dapat dicegah. Semua harus mengikuti keinginannya".
     "tapi mak"
     "sudahlah ". Pintu pun ditutup oleh perempuan paruh baya yang wajahnya terliat tegar.
***
     Aku teringat perkataan yang selalu di dengungkan ibu ditelinga ketika aku masih kecil jika menjelang petang aku tidak mau pulang, beliau selalu berkata "jika petang lekaslah pulang, jika tidak nanti kamu dibawa mak Rembu". Hal itu dirasa ampuh untuk membohongi aku dan anak-anak sebayaku jika menjelang petang kami masih asyik bermain.
     Mak Rembu..ya..mak Rembu. Mak Rembu sebenarnya memiliki nama asli Rembulan. Dari cerita emak, dulu ia adalah seorang gadis yang terkenal kecantikannaya sampai ke desa-desa sebelah. Wajahnya bak rembulan tanggal limabelas yang selalu terlihat cerah dan cemelang. Banyak pemuda jatuh hati kepadanya. Beberapa pemuda telah berusaha untuk meminangnya akantetapi hanya kesia-siaan yang didapatkannya. Terkadang malah ada yang sampai berniat bunuh diri. Ah cinta.
***
     "Pakailah pakaian ini nak, ini pakaian yang ibu kenakan saat ibu dilamar bapakmu dulu. Saat itu, ibu merasa menjadi orang paling cantik nak...ayolah lekas pakai baju ini" ucap sang ibu sambil menyeka bulir-bulir embun yang mulai muncul dari sudut matanya.
     "tapi mak...!!" Rembulan sedikit mengeraskan suaranya.
     "apakah kamu sudah tidak sayang lagi pada emakmu ini?! Kamu ini ya emak..emak ya kamu..tidakada bedanya...kita ini satu hanya terpisah raga aja...percaya pada emak...ayo lekas pakai baju ini!!"