"Ya. Aku menyebutnya surat-surat hujan, karena selalu hujan yang kau cantumkan dalam surat itu. "
      Surat-surat hujan itu kini telah hanyut bersama langkah ombak. Sang mentari turun dari tangga kerajaan langit kembali ke haribaannya. Helaian hujan pun mengguyur sekujur kulit tubuh kami. Senja ini begitu indah. Di bawah naungan hujan Lara melengkungkan senyum. Senyum sebagai pertanda awal baru lembaran hidupnya. Meski asa untuk bertemu lagi dengan Ibunya masih ada. Tuhan, kumohon sampaikan surat-surat itu kepada Ibunya. Pertemukanlah mereka untuk sekali lagi.
Cerpen ini ditulis tahun 2011 saat penulis masih duduk di bangku SMA. Pada tahun 2013 Cerpen ini menghantarkan penulis menjadi pemenang karya terbaik pada Lomba Cerpen Se-Universitas Negeri Malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H