Ya Allah, Tuhanku, maafkan aku yang lalai mengingatmu dan datang hanya di saat perlu!
Tuhan ada di mana-mana, demikian judul lagu gubahan James F. Sundah, seorang Kristiani yang taat.
Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita, demikian termaktub dalam salah satu hadis Nabi Muhammad SAW.
Tuhan itu bersinggasana di 'Arsy, demikian dalam salah satu ayat Al-Qur'an.
Di mana pun Ia, Ia selalu tahu kenapa dan untuk apa bencana itu ditimpakan. Ia juga tak pernah tidur. Tak juga pernah lelah apalagi rehat. Jangankan sehari, semilidetik pun tidak.
Sementara aku hanya manusia biasa yang punya tenaga terbatas. Juga kesabaran yang minim.
Selepas banjir bandang, sebagian tetanggaku menyebutnya 'tsunami kecil', yang menenggelamkan 70 persen wilayah Jakarta, aku jatuh sakit selama dua hari.
Demam. Menggigil. Sepertinya kelelahan berjibaku membersihkan lumpur bekas banjir yang sematakaki tebalnya.
Banjir itu telah merendam rumahku setinggi wuwungan rumah. Sekitar tiga meteran. Jauh lebih dahsyat daripada banjir 2002 yang hanya sebatas paha orang dewasa.
Saking frustrasinya karena dampak kerusakan yang luar biasa, di hari-hari awal banjir, aku sempat bergumam protes kepada Allah,"Ya Allah, apa salahku?!"
Rasanya aku sudah banyak berbuat baik.