Berusaha berbuat baik kepada setiap orang. Jadi orang tua asuh buat tiga orang anak usia SD dan SMP dalam program yang diselenggarakan sebuah LSM zakat nasional; relawan untuk tunanetra atau kegiatan sosial lainnya. Tapi kok begini yang aku dapat?
Ah, sebuah pertanyaan yang bodoh. Sebagai manusia jelas teramat banyak salahku.
Tuhan pun punya hak prerogatif dan rahasia tersendiri dalam menimpakan bencana-Nya. Namun manusia gemar berspekulasi.
Banjir ini salah siapa?
Di lingkunganku beredar spekulasi penyebab banjir adalah karena ada satu keluarga yang bersumpah dengan menginjak Al-Qur'an.
Konon, sewaktu banjir gelombang pertama menerjang pada akhir Januari 2007, salah seorang warga kehilangan satu tas penuh berisi uang tabungan sebesar tiga juta rupiah dan surat pensiun suaminya sebagai mantan sipir penjara Cipinang.
Ia mencurigai anak-anaknya sendiri yang sebagian besar sudah berkeluarga dan tinggal berdekatan. Karena tidak ada yang mengaku, si ibu pun menantang mereka untuk bersumpah dengan menginjak Al-Qur'an. Dan anak-anaknya bersedia.
Sebagian tetanggaku menyakini itulah penyebab kenapa banjir tahun 2007 di permukiman kami tiga kali jauh lebih dahsyat daripada tahun-tahun sebelumnya.
Entahlah mengenai kebenaran berita tersebut karena tidak ada saksi selain anggota keluarga itu sendiri.
Aku pun sangsi karena sudah mafhum dengan keluarga yang sering bertengkar sesamanya itu.
Tapi dari sisi logika, ketika rumah mereka yang hanya berjarak sepuluh meter dari Kali Ciliwung terendam pertama kali pada Kamis, 31 Januari sampai Jumat, 1 Februari, sangat banyak orang yang bisa jadi tersangka.