“Ke toko sebelah, sebentar aja,” jawab mbak Lisa.
Gue pasrah rambut gue entah diapa-apain sama mbak-mbak di belakang gue. Setelah semua selesai, gue berdoa semoga mbak Lisa nggak ngajak gue ke tempat yang aneh-aneh lagi.
“Gimana? Seru kan?” tanya mbak Lisa begitu kami masuk ke dalam mobil. Ia lalu menghidupkan kemudi. Sementara gue menerawang, masih belum tahu dimana letak keseruannya.
“Coba lihat wajah kamu. Sudah lebih segar sekarang. Mbak tahu kamu kaget, tapi lama-lama pasti biasa. Sebenarnya sebagai perempuan, kamu, ehm. Kita, memang sudah seharusnya merawat diri... Itu artinya, kita menghargai apa yang diberikan Tuhan,” ucap mbak Lisa. Gue mengangguk.
Ah, rupanya itu kesalahan gue... Mungkin karena gue terlalu cuek, gue masih jomblo sampai sekarang. Siapa tahu saat gue lebih memperhatikan diri gue sendiri, gue gak akan jomblo lagi....
Hahaha. Semoga aja.
*
“Kita bertiga doang?” Gue mengedarkan pandangan sekeliling. Mata gue yang agak kabur, atau gimana. Soalnya Sakti nggak keliatan. “Mana si nyablak?”
Laela mengambil sepotong kentang goreng dan memasukkannya ke dalam mulut. “Dia udah gak bisa ikut kita nongkrong tiap malam minggu. Udah punya acara sendiri!”
Gue melotot. “Maksudnya, dia gak jomblo lagi?”
Dimas mengangguk. Ia lalu membuka bungkusan lolipop dan menggantungkannya ke dalam mulut. “Iya. Sama Vivi. Teman sejurusannya itu lho. Yang lucu, imut, dan ngegemesin.”