*
Kisah ini adalah memoarku di masa lalu. Ah ya, aku sudah berhenti memakai sapaan lo-gue yang lama kugunakan karena aku besar di Jakarta. Dimas yang menyarankan itu.
“Kesannya individualis sekali,” begitu katanya.
Dan bagaimana selanjutnya? Aku, Laela, dan Sakti lulus bersama-sama. Dimas mengkhianati kami dengan cara lulus lebih cepat. Ternyata banyak yang tidak kuketahui darinya. Dia berhasil menjadi lulusan terbaik satu angkatan. Dan di hari kelulusannya, kami bertunangan. Aku sendiri belum tahu kapan perasaanku berubah untuknya. Tiba-tiba di mataku, dia berubah menjadi pria dewasa yang .. yah, sesuai untukku.
Setelah itu, dia langsung mengambil gelar master sambil bekerja di sebuah perusahaan. Dimas bukan orang yang gampang menyerah. Dia menolak jabatan yang diberikan Papanya dan memulai dari bawah. Aku juga baru tahu ternyata Dimas anak petinggi sebuah perusahaan. Tiga tahun kemudian, kami menikah.
Dan lihatlah, laki-laki kecil itu menjadi saksi pernikahan kami. Setiap kubaca lagi catatan itu, aku merasa malu. Tetapi sudahlah, itu kan masa lalu.
Semoga mulai saat itu dan selamanya, Dimas selalu ada di sampingku.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H