Mohon tunggu...
Nur Mutimmatin Nimah
Nur Mutimmatin Nimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Remaja berkepribadian ganda, yang suka dengan hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perbedaan Bukan Maut, Perbedaan adalah Rahmat

2 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   18:06 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Foto Tangan yang saling menggenggam erat melambangkan persatuan dalam perbedaan (Sumber: Wildan Imaduddin https://bincangsyariah.com))

Aku terlahir di sebuah lingkungan yang religius, di sebuah desa terpencil yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Desa ini telah menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi kedua orang tuaku sejak mereka kecil. 

Oleh karena itu, sejak kecil, keluarga kami tidak pernah merasakan perbedaan, khususnya yang berkaitan dengan keyakinan kami.

Semua itu berubah ketika keluarga kami pindah ke Nunukan, salah satu kabupaten di Kalimantan. Kami tinggal di pusat kota yang padat penduduk, berdekatan dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, seperti Tionghoa, Kristen, dan Katolik.

 Kami juga berinteraksi dengan banyak suku bangsa, seperti Bugis, Dayak, dan Jawa, meskipun sebagian besar orang Jawa di sana adalah perantau yang datang ke Kalimantan untuk mencari pekerjaan.

Ayahku pernah mempertimbangkan untuk mengajak istrinya dan anak-anaknya kembali ke Jawa, karena khawatir kami tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang sangat berbeda dari desa kami sebelumnya. 

Namun, prediksi Ayah ternyata keliru. Saat kami berbenah setelah perjalanan panjang, seorang tetangga menghampiri Ibuku yang sedang membersihkan halaman rumah yang sangat kotor.

"Wah, ada tetangga baru, selamat sore Ibu, salam kenal ya," sapa tetangga baru kami yang merupakan orang Tionghoa.

 "Oh iya, Ibu, salam kenal," jawab Ibuku dengan senyum lebar.

"Kita tetanggaan, Bu. Ibu kalau sedang kerepotan atau butuh sesuatu, jangan sungkan untuk meminta bantuan pada saya, ya. Semoga di sini bisa betah," ucap tetangga tersebut. 

Mendengar ucapan dari tetangga baru, Ibu merasa sangat senang karena walaupun mereka berasal dari suku dan agama yang berbeda, mereka masih mau menyapa dan bercengkerama dengan ramah tanpa memedulikan perbedaan latar belakang kami.

Sebulan setelah kami pindah, Ibu dari tetangga kami meninggal dunia. Saya masih ingat dengan jelas bagaimana orang-orang di sana melaksanakan upacara kematian dengan menyanyikan lagu-lagu religius sesuai dengan keyakinan mereka.

"Bu, iku mereka lapoan," tanyaku kepada Ibu dalam bahasa Jawa.

 "Mbah e meninggal, sek di Sholati," jawab Ibuku, berusaha menjelaskan kepada anak berusia 8 tahun dengan raut wajah penuh kebingungan. 

Saat itu, aku masih belum memahami apa yang mereka lakukan. Semuanya terasa sangat aneh bagiku dan belum pernah kulihat sebelumnya. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai mengerti bahwa setiap agama memiliki upacara dan tradisi masing-masing yang seharusnya kita hormati.

Sebagai ungkapan syukur kedua orang tuaku mengadakan doa bersama di rumah baru kami. Kami menggelar acara doa bersama dan mengundang para tetangga agar kami dapat saling mengenal satu sama lain. 

Walaupun berbeda agama tetangga kami tetap menghadiri acara tersebut, mereka tetap khidmat dan tenang dalam mengikuti setiap proses dari acara syukuran tersebut. Mereka juga ikut mengenakan pakaian yang sopan dan penutup kepala sebagai bentuk penghormatan kepada agama kami. 

Setelah selesai, mereka juga dengan senang hati untuk menyantap hidangan yang sudah kami siapkan. Kami bercengkrama bersama, saling mengenal tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. 

Tak hanya itu, mereka juga membawa bingkisan yang diberikan kepada kami, kami pun tak segan untuk menerimanya dan mengucapkan terima kasih atas kesediaannya mengikuti acara sampai selesai.

Kami juga memberikan bingkisan yang berbeda kepada para tetangga yang datang untuk dibawa pulang. Mereka juga menerimanya dengan senang hati.  Sama halnya dengan tetangga-tetangga yang lain. Mereka juga mengundang kami, menyambut kami ketika datang ke rumah mereka. 

Mereka bahkan memberi space bagi kaum muslim ketika beribadah, bahkan ketika pesta mereka menyediakan makanan yang halal yang tidak mengandung bahan haram agar umat muslim juga dapat menikmati hidangan. 

Tidak hanya orang tua yang saling mengenal, aku dan saudari-saudariku pun diberikan kesempatan untuk bisa berkenalan dengan anak-anak mereka. 

Saat itu aku masih menjadi siswa baru di salah satu sekolah dasar negeri di Kalimantan. Karena sekolah tersebut negeri maka tak heran banyak para siswa yang berasal dari agama non muslim. Berbanding terbalik dengan sekolahku yang berada di desa kala itu. 

Aku merasakan bagaimana sulitnya beradaptasi terhadap perubahan sosial budaya yang ada di lingkungan sekolah baruku saat itu. Aku sempat ingin berhenti sekolah karena takut tidak bisa beradaptasi baik dengan lingkungan maupun dengan orang-orang disana. 

Hari pertama aku diantar ibuku, diajak ke kantor menemui kepala sekolah untuk mendaftar dan mengurus administrasi. 

"anak cantik ini dari daerah mana" sapa kepala sekolah dengan lemah lembut kepadaku. 

"ditanya sama pak guru tuh Lo nak" suruh ibuku untuk menjawab pertanyaan dari kepala sekolah.

"Jawa Timur pak" jawabku sambil tertunduk malu. 

"Gausa takut yaa, belajar disini yang senang senang saja. Guru dan teman-teman disini baik-baik kok" ucap kepala sekolah itu sambil tersenyum tipis. 

"engge pak, saya titip anak saya Titin. Soalnya anaknya ini pendiam, ga berani kalo ketemu orang orang baru." pesan ibuku kepada kepala sekolah.

"iya, biar kami jaga, kami didik dengan baik ibu gausa khawatir " jawab guru perempuan yang merupakan wali kelas ku. 

"terimakasih ya pak, Bu" tambah ibuku. 

"Sudah sekarang kamu ikut ibu ke kelas ya. Ibu mau ajak kamu kenalan sama teman-teman yang lain" ajak wali kelasku.

Ibuku pulang, sedangkan aku dan guruku pergi ke kelas baruku. 

*Membuka pintu. 

"duduk yang rapi Bu guru sudah datang" bisik siswa yang sedang duduk di bawah meja. 

"Selamat Pagi semuanya, semua sehat? semangat belajar yaa hari ini" sapa guruku. 

"Selamat pagi Bu guru, semangat!!" jawab para siswa dengan serentak. 

"Bu, itu siapa anak baru ya?" tanya salah satu siswa. 

"Oh iya, anak-anak Kita ketambahan satu teman baru, namanya Titin. Titin ini pindahan dari Jawa." jawab Bu guru. 

"Wah sama dong, aku juga dari Jawa" sahut siswa yang lain. 

"Ayo disapa semuanya" ajak Bu guru.

"Halo Titin, salah kenal" para siswa menyapa dengan senyuman manis.

"Halo teman-teman salam kenal" aku pun menjawab sapaan itu dengan malu-malu. 

"Kalian harus berteman dengan baik yaa anak-anak jangan ada yang bertengkar" pesan dari Bu guru itu diiyakan bersama-sama oleh para siswa di kelas itu. 

Aku mengikuti jalannya kegiatan belajar mengajar. Aku duduk di samping seorang anak perempuan yang berasal dari Ambon dan beragama Kristen.

"Hallo, salam kenal! Nama beta Rensi," sapa anak manis itu yang duduk sebangku dengan aku. 

"Salam kenal juga, aku Titin," jawabku dengan wajah sumringah. 

Aku pun berteman dengan Rensi, anak cantik dari Ambon yang suka berbicara. Dia bercerita bahwa dia juga seorang pendatang. Ayahnya adalah seorang tentara yang mendapat tugas dinas di Kalimantan, jadi seluruh keluarganya turut pindah mengikuti sang Ayah. 

"Besok, kamu main ke rumah beta ya" ajak Rensi padaku. 

"Aku sih mau, tapi aku masih kurang hafal dengan jalannya" jawabku.

"Rumah beta dekat dengan rumahmu, nanti pulang sekolah kita pulang bareng ya, biar kamu tau rumah beta yang mana" sahut Rensi. 

Aku mengiyakan ajakan Rensi, dan kami pun pulang bersama.

"Ini rumah beta" tunjuk Rensi ke arah rumah besar berwarna putih.

"Wah, ternyata dekat ya. Rumahku di sebelah sana," jawabku sambil menunjukkan ke arah rumahku. 

"Nah, besok jadi ya kita main bareng. Jam 9 beta tunggu di rumah, jangan terlalu pagi. Beta dan keluarga besok sembayang ke Gereja," Rensi berkata dengan sangat senang. 

"Baiklah, ya sudah aku pulang dulu ya," aku pun pamit sambil melambaikan tangan. 

"Iya, dadah, hati-hati," jawab Rensi sambil melambaikan tangan pula. 

Aku pulang dengan hati riang gembira sambil bernyanyi, karena bertemu dengan teman-teman baru yang baik.Keesokan paginya kebetulan adalah hari Minggu. Aku ingat bahwa aku sudah ada janji dengan Rensi untuk bermain di rumahnya. 

Aku pun meminta izin kepada Ibuku untuk pergi bermain ke rumah Rensi.

"Nek main ojo nakal ya, ga oleh sembarangan pegang barang-barang teman e," pesan Ibuku dalam bahasa Jawa. 

"Engge Bu," jawabku. 

Aku pun bergegas menuju rumah Rensi. Di tengah perjalanan, aku melihat dari depan gereja. Terlihat banyak orang sedang bernyanyi sambil mengepalkan tangan mereka. 

Aku sedikit penasaran tentang apa yang mereka lantunkan sampai membuat mereka menangis tersedu-sedu. 

"Rensi" aku memanggil Rensi dari depan gerbang besar di rumahnya. 

Tak lama, ada seorang wanita yang keluar dari rumah besar itu yang menghampiriku. 

"Temannya Rensi ya? " tanya perempuan itu padaku dengan senyum yang manis. 

"Iya Tante, Rensi nya ada," jawabku. 

"Ada, baru pulang dari gereja. Silahkan masuk, tunggu Rensi nya didalam saja ya" ajak perempuan itu untuk masuk ke dalam rumahnya. 

Perempuan itu adalah ibu Rensi. Dia keturunan Jawa yang menikah dengan seorang pria dari Ambon. Aku pun masuk ke rumah Rensi bersama Ibunya. 

"Duduk sini dulu ya, Tante panggilkan Rensi nya dulu" kata Ibu Rensi sambil merangkulku. 

"Iya Tante terimakasih" jawabku sambil duduk. 

Sambil menunggu Rensi, aku memandangi kondisi dalam rumah Rensi. Rumahnya besar dengan ornamen-ornamen salib dan foto-foto Tuhan mereka. Jika dalam Islam, keluarga Rensi adalah keluarga yang agamis, yang sangat patuh dan tunduk pada aturan agama mereka. 

"Titin, maaf ya menunggu lama. Beta tadi sedang di belakang. Ini minum dulu," ucap Rensi sambil membawa nampan berisi dua minuman dan makanan ringan. 

"Iya, tidak apa-apa," jawabku dengan santai. 

"Rensi, aku ingin tanya, boleh tidak? " aku berkata dengan rasa penasaran. 

"Boleh tanya apa? " jawab Rensi. 

"Tadi, ketika perjalanan menuju ke rumahmu, aku melihat orang-orang yang menangis tersedu sambil bernyanyi di depan Gereja. Kira-kira apa ya yang mereka lantunkan? " aku bertanya. 

"Ohh, itu adalah cara ibadah kami umat Kristen. Berbeda dengan agama Islam, ibadah kami hanya dilakukan setiap Minggu. Nyanyian yang mereka lantunkan berisi doa-doa, kami beribadah dengan khusyu' mengharap berkat dari Tuhan" Rensi menjelaskan dengan rinci tentang cara beribadah di agamanya. 

"Begitu, pasti mereka sangat khidmat sampai banyak yang menangis," jawabku.

"Iya, karena mereka sangat khusyu' sekali dalam beribadah. Ya sudah, ayo kita makan dulu, habis ini kita main" sahut Rensi sambil menuangkan air untukku. 

Kami pun menghabiskan makanan, kemudian bermain bersama. Setelah satu jam bermain, aku pamit pulang. 

Sepulang dari rumah Rensi, aku bercerita kepada Ibuku tentang hal yang aku dengar dan lihat langsung ketika pergi ke rumah Rensi. Aku menceritakan kepada Ibu tentang cara ibadah umat Kristen seperti yang diceritakan Rensi kepadaku. 

"Memang, cara ibadah setiap agama pasti berbeda-beda. Mereka punya cara masing-masing untuk beribadah, tapi semua tujuannya sama. Untuk beribadah kepada Tuhan mereka, melaksanakan perintah, dan menjauhi semua larangan-larangan dalam agama masing-masing. "

Ketika bulan Desember mendekati, suasana Natal mulai terlihat di desa tempat tinggal ku. Rumah-rumah dihiasi dengan lampu-lampu berwarna, pohon Natal menjulang indah di berbagai sudut, dan ornamen-ornamen khas Natal menghiasi pemandangan di sekitar rumahku. 

Aku mengapresiasi momen ini, meskipun aku tidak merayakan Natal. Bagiku, momen ini adalah kesempatan untuk memahami dan belajar tentang budaya serta tradisi yang ada pada agama lain. 

Suatu hari, Rensi mengundangku ke rumahnya untuk membantu menghias pohon Natal. 

"Tin, besok di rumah beta ada acara natalan. Nanti ikut beta, ya bantu menghias pohon natal, dirumah beta belum pernah kan? " ajak Rensi padaku.

"Memangnya tidak apa-apa, Ren? Aku takut nanti orang tuamu tidak memperbolehkan aku," jawabku dengan ragu. 

"Tenang saja, keluarga beta pasti memperbolehkan. Mereka malah senang karena banyak yang membantu, lagipula jika dikerjakan bersama pasti cepat selesai. Sudah pokoknya nanti pulang sekolah jangan lupa ke rumah beta ya," jawab Rensi.

Aku akhirnya menyetujui ajakan Rensi dan berangkat ke rumahnya setelah pulang sekolah.

Di rumah Rensi, kami bersama-sama menggantung ornamen-ornamen menawan, memasang lampu-lampu kecil yang berkilau, dan menempatkan bintang besar di puncak pohon. 

"Makasih ya udah mau datang, beta sangat senang kamu bisa datang ke rumah beta dan ikut membantu," kata Rensi sambil tersenyum.

"Natal adalah waktu yang spesial bagi keluarga kami, dan senang rasanya bisa berbagi momen ini dengan sahabat terbaikku," tambah Rensi sambil memelukku. 

Aku tersenyum hangat dan menjawab, "Aku juga senang bisa membantu, Rensi. Meskipun kita berbeda agama, aku merasa penting untuk saling menghormati dan merayakan momen-momen penting bersama."

Pada malam harinya ketika perayaan Natal, keluarga Rensi mengadakan perayaan Natal di rumah mereka. Mereka mengundang aku dan keluargaku untuk bergabung merayakan natal bersama-sama. 

Meskipun awalnya merasa ragu, keluarga kami akhirnya memutuskan untuk datang sebagai bentuk penghormatan dan toleransi.

"Wah senangnya ada Keluarga Titin, ayo masuk-masuk! " Ibu Rensi menyapa dengan hangat.

"Selamat malam, selamat Natal Mama Rensi," sapa Ibuku pada Ibu Rensi. 

Saat tiba di rumah Rensi, kami disambut dengan penuh kehangatan. Di sana, kami menikmati hidangan lezat yang sudah disiapkan, dan keluarga Rensi telah menyiapkan makanan tersendiri bagi para tamunya yang beragama Islam agar tetap bisa menikmati hidangan yang tersedia. 

Kami mendengarkan cerita-cerita Natal dan berbagi kebahagiaan. Keluarga Rensi juga menyanyikan lagu-lagu Natal, sementara keluargaku dan tamu-tamu lain yang berasal dari agama yang berbeda ikut menghargai dengan tepuk tangan. 

Di tengah perayaan, Rensi memberikan hadiah kepada aku dan keluargaku. 

"Ini hadiah kecil untukmu, sahabatku. Terima kasih ya sudah mau membantu dan berteman denganku, kamu memang teman yang baik sekali. 

"Aku menerima hadiah itu dengan bahagia dan berkata, "Terima kasih ya, Rensi. Aku sangat menghargai persahabatan kita dan semua momen yang telah kita rayakan bersama."

Merayakan Natal bersama sahabat yang berbeda agama tidak hanya memperkaya pengalaman, tetapi juga mengajarkan tentang pentingnya toleransi dan pengertian. 

Dalam dunia yang dipenuhi dengan perbedaan, persahabatan aku dan Rensi mengingatkan bahwa cinta dan kebersamaan dapat melampaui segala perbedaan.

Saat perayaan tahun baru, tetangga di samping rumahku mengadakan open house, sebuah acara makan bersama keluarga, sahabat, dan para tetangga.

Semua orang, termasuk keluargaku, diundang, dan kami semua menghadiri acara tersebut. Di sana, aku melihat semua orang berkumpul, menikmati berbagai hidangan yang telah disiapkan.

Mereka memahami bahwa orang Islam tidak diperkenankan untuk mengonsumsi babi, jadi mereka menyediakan makanan khusus untuk kami agar bisa menikmati hidangan tanpa khawatir tentang makanan yang dilarang dalam Islam.

Mereka merayakan tahun baru dengan penuh sukacita, bersatu tanpa menghiraukan perbedaan di antara kami. Betapa indahnya melihat bagaimana perbedaan dapat menyatukan kita dalam kebersamaan.

Aku pernah berpikir bahwa orang-orang dengan kepercayaan yang berbeda tidak akan pernah bisa bersatu, namun ternyata aku salah.

 Hidup berdampingan dengan individu dari latar belakang yang berbeda membuatku menyadari bahwa perbedaan ada untuk saling mengenal satu sama lain.

Perbedaan adalah Sunnatullah, dan bahkan dalam sebuah hadist disebutkan bahwa "perbedaan di antara umatku adalah Rahmat". 

Allah menciptakan setiap manusia dengan agama, suku, bangsa, dan budaya yang beragam, agar kita sebagai sesama manusia dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada.

Perbedaan adalah sesuatu yang membuat hidup kita lebih berwarna. Di berbagai belahan dunia, kita bisa menemukan perbedaan dalam banyak hal, seperti agama, budaya, suku bangsa, bahasa, dan banyak lagi. Perbedaan ini menunjukkan betapa uniknya manusia dan membawa banyak manfaat jika kita bisa menghargainya dengan baik.

Agama sering menjadi salah satu hal yang berbeda di antara kita. Ada berbagai agama di dunia, seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan lain-lain. Meskipun ajaran dan praktiknya berbeda, semua agama mengajarkan nilai-nilai baik seperti cinta, kebaikan, dan toleransi.

Menghormati perbedaan agama adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. Berinteraksi dengan orang-orang dari agama lain dengan penuh hormat bisa memperkaya kehidupan kita.

Perbedaan pandangan dan cara berpikir adalah hal yang alami dan tak terhindarkan dalam kehidupan umat manusia, termasuk dalam komunitas Islam. 

Menurut hadits Nabi Muhammad ﷺ, perbedaan di antara umat Islam adalah rahmat. Ini bukan hanya sebuah pernyataan, tetapi sebuah ajakan untuk melihat perbedaan sebagai kekayaan yang memperkaya pemahaman dan memperkuat ikatan sosial. 

Hadits ini mengajarkan kita untuk tidak takut pada perbedaan, tetapi untuk merangkulnya sebagai bagian dari keberagaman yang indah dalam Islam.

Dengan demikian, perbedaan dapat dilihat sebagai rahmat yang memberikan kesempatan bagi umat untuk berkembang, berinovasi, dan menjaga kesatuan dalam keragaman. Menerima dan menghargai perbedaan adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan harmonis.

Selain itu, Budaya mencakup kebiasaan, tradisi, seni, dan adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap budaya memiliki cara unik dalam mengekspresikan identitas dan nilai-nilainya. Misalnya, cara berpakaian, makanan, musik, tarian, dan festival bisa sangat berbeda di setiap budaya.

Merayakan keragaman budaya bukan hanya memperkaya pengalaman kita, tetapi juga memberikan kesempatan untuk belajar dan menghargai cara hidup yang berbeda.

Suku bangsa adalah kelompok manusia yang memiliki identitas etnis berdasarkan sejarah, budaya, atau bahasa. Di Indonesia, misalnya, terdapat lebih dari 300 suku bangsa dengan kekayaan budaya yang sangat beragam. 

Menghargai perbedaan suku bangsa membantu memperkuat rasa persatuan dan keadilan sosial. Mengakui dan menghargai kontribusi setiap suku bangsa bisa membantu kita membangun masyarakat yang inklusif dan adil.

Bahasa merupakan media komunikasi yang sangat berperan dalam kehidupan. Di dunia ini terdapat ribuan bahasa yang masing-masing membawa sejarah dan budaya tersendiri. 

Menghormati perbedaan bahasa berarti menghargai identitas dan warisan budaya setiap kelompok masyarakat. Selain itu, menguasai lebih dari satu bahasa memberikan keuntungan besar dalam berkomunikasi dan memahami perspektif orang lain.

Selain itu, perbedaan pendapat juga hal yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang memiliki cara berpikir yang berbeda berdasarkan pengalaman hidup mereka. 

Menghargai perbedaan pendapat membantu menciptakan lingkungan yang demokratis dan mendorong inovasi. Diskusi yang terbuka dan menerima berbagai pandangan bisa menghasilkan solusi yang lebih baik untuk masalah yang dihadapi bersama.

Menghargai perbedaan membawa banyak manfaat positif bagi individu dan masyarakat. Bertemu dengan orang-orang dari latar belakang yang bermacam-macam akan memperluas wawasan dan pemahaman kita tentang dunia. 

Perbedaan perspektif mendorong munculnya ide-ide baru dan solusi kreatif. Menghargai perbedaan memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di antara anggota masyarakat, serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil bagi semua orang.

Setiap individu dilahirkan dengan latar belakang, pengalaman, dan cara pandang yang unik. Keragaman ini menciptakan berbagai perspektif yang berbeda dalam menafsirkan ajaran agama, hukum, dan praktik sosial. 

Konflik akibat perbedaan pendapat tidak bisa dihindari. Namun, cara kita menyelesaikan konflik tersebut sangat penting. Menghadapi konflik dengan sikap terbuka, mencari solusi yang saling menguntungkan, dan menghindari konfrontasi yang merugikan dapat membantu menyelesaikan perbedaan dengan damai.

Perbedaan ini bukanlah sumber perpecahan, melainkan sumber kekuatan yang dapat memperkaya diskusi dan pemahaman kolektif. Ketika kita menghargai perbedaan, kita membuka pintu bagi diskusi yang  inovasi dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Meskipun perbedaan ada, sering kali kita dapat menemukan kesamaan yang bisa menjadi dasar hubungan yang kuat. Fokus pada kesamaan, seperti nilai-nilai, tujuan, atau minat yang sama, dapat membantu membangun kedekatan dan kerja sama yang lebih baik. 

Meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang keragaman budaya, sosial, dan agama dapat membantu mengurangi prasangka. Melalui pendidikan, kita dapat belajar tentang pentingnya menghormati perbedaan dan bagaimana berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda.

Lebih jauh, dalam konteks kehidupan bermasyarakat, perbedaan memungkinkan kita untuk belajar satu sama lain dan menemukan solusi yang lebih holistik terhadap masalah yang dihadapi. 

Toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan pandangan memperkuat solidaritas dan persaudaraan, serta menciptakan lingkungan yang harmonis dan produktif.

Toleransi terhadap perbedaan adalah sikap yang perlu dibina. Dengan bersikap toleran, kita dapat menerima perbedaan tanpa merasa terancam. 

Selain itu, empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain, agar dapat membantu kita lebih menghargai perspektif dan pengalaman orang lain.

Perbedaan adalah bagian dari kehidupan yang harus kita terima dan hargai. Dengan merayakan perbedaan dalam agama, budaya, suku bangsa, bahasa, dan pandangan, kita bisa menciptakan dunia yang lebih damai, harmonis, dan penuh kasih sayang. 

Menghargai keragaman tidak hanya memperkaya pengalaman kita, tetapi juga memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembang bersama. Mari kita terus berupaya untuk memahami dan menghormati perbedaan, sehingga kita bisa hidup berdampingan dengan damai dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun