"Memangnya tidak apa-apa, Ren? Aku takut nanti orang tuamu tidak memperbolehkan aku," jawabku dengan ragu.Â
"Tenang saja, keluarga beta pasti memperbolehkan. Mereka malah senang karena banyak yang membantu, lagipula jika dikerjakan bersama pasti cepat selesai. Sudah pokoknya nanti pulang sekolah jangan lupa ke rumah beta ya," jawab Rensi.
Aku akhirnya menyetujui ajakan Rensi dan berangkat ke rumahnya setelah pulang sekolah.
Di rumah Rensi, kami bersama-sama menggantung ornamen-ornamen menawan, memasang lampu-lampu kecil yang berkilau, dan menempatkan bintang besar di puncak pohon.Â
"Makasih ya udah mau datang, beta sangat senang kamu bisa datang ke rumah beta dan ikut membantu," kata Rensi sambil tersenyum.
"Natal adalah waktu yang spesial bagi keluarga kami, dan senang rasanya bisa berbagi momen ini dengan sahabat terbaikku," tambah Rensi sambil memelukku.Â
Aku tersenyum hangat dan menjawab, "Aku juga senang bisa membantu, Rensi. Meskipun kita berbeda agama, aku merasa penting untuk saling menghormati dan merayakan momen-momen penting bersama."
Pada malam harinya ketika perayaan Natal, keluarga Rensi mengadakan perayaan Natal di rumah mereka. Mereka mengundang aku dan keluargaku untuk bergabung merayakan natal bersama-sama.Â
Meskipun awalnya merasa ragu, keluarga kami akhirnya memutuskan untuk datang sebagai bentuk penghormatan dan toleransi.
"Wah senangnya ada Keluarga Titin, ayo masuk-masuk! " Ibu Rensi menyapa dengan hangat.
"Selamat malam, selamat Natal Mama Rensi," sapa Ibuku pada Ibu Rensi.Â