Namaku Azka Muhammad. Aku pergi ke korea untuk mewujudkan mimpiku menjadi koki roti. Salah satu drama dari negeri ini menginspirasikan ku untuk menuntut ilmu di sini. Empat tahun lalu, aku pergi tanpa berpamitan dengan sahabat-sahabatku karena aku bukan orang yang pandai mengucapkan selamat tinggal. Pernah satu kali aku mengirimkan e-mail mengabarkan pada mereka bahwa aku baik-baik saja dan memberitahu aku tidak bisa pulang sampai tiga tahun ke depan. Tahun ini, tahun keempat ku di negeri ginseng, sesekali aku rindu tanah kelahiranku. Lebih rindu lagi pada keluarga dan teman -temanku. Aku berharap tahun ini aku bisa kembali ke tengah-tengah mereka.
"Azka, kapan kamu pulang? Sebentar lagi kan aku ulang tahun, kamu pulang yaa..". Aku baru saja sampai di rumah, hari ini aku kuliah dari pagi sampai sore, dilanjut kerja paruh waktu di kedai ramen milik teman ayahku. Yang baru saja aku dengar adalah suara Arina, sahabatku yang tinggal di Indonesia. Sejak empat tahun yang lalu aku meninggalkan Indonesia, dan selama itu juga aku belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Indonesia.
Hari ini, hari pertama di bulan Juli. Tak terasa Ramadhan akan segera datang. Jika tahun ini aku gagal lagi pulang ke Indonesia maka ini akan jadi ramadhan keempatku di Korea. Tiga tahun lalu aku selalu gagal kembali ke Indonesia karena aku selalu gagal mendapat nilai yang baik dalam ujian akhir. Aku akui kemampuanku dalam membuat roti masih biasa saja. Aku berjanji pada diriku sendiri jika aku bisa mendapat nilai terbaik pada saat ujian akhir maka aku akan pulang ke Indonesia.
***
Aku masih memiliki waktu satu minggu untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Rencananya aku akan membuat roti dengan cita rasa yang khas dari Indonesia. Aku pernah mencicipinya ketika berkunjung ke salah satu kota di Sumatra. Aku belajar membuatnya dari kerabat ayahku yang tinggal disini.
Hari yang mendebarkan itu datang juga. Di dalam ruang ujian sudah ada tiga orang siswa lain yang juga sudah siap dengan menu mereka. Di hadapanku sudah ada dua orang pengajar dan satu orang koki profesional. Ujian pun dimulai, aku mulai menyiapkan adonan yang sudah kubuat semalam dan menyiapkan isian untuk rotiku. Beberapa jam kemudian kami semua selesai membuat roti, sekarang saatnya penilaian.
"Azka ssi, silahkan maju dan bawa roti buatanmu" salah satu guruku menyuruhku maju untuk dinilai. "Jelaskan pada kami apa yang kau buat hari ini!".
Tak buang tempo, dengan mengucapkan basmallah dalam hati aku mulai memberikan penjelasan pada para penguji. Setelah aku selesai memberi penjelasan mereka mulai mencicipi roti buatanku.
"hmmm.. roti ini sederhana tetapi memiliki cita rasa yang mengagumkan. Dari mana kau mendapat resep ini?" tanya guru Yoon padaku.
"Roti ini berasal dari Sumatra, Indonesia guru" jawabku.
"baiklah, kembali ke tempatmu dan tunggu hasilnya sebentar lagi".
Setelah semua mendapat penilaian kami diminta keluar untuk beristirahat dan kembali satu jam lagi. Satu jam kemudian aku dan peserta ujian yang lainnya kembali masuk ke ruang ujian. Guru Yoon yang merupakan pemimpin di sekolah ini mengumumkan hasil ujian kami.
"Setelah memberikan penilaian pada roti kalian, aku dan yang lainnya sudah memberikan nilai untuk ujian kali ini. Nilai kalian sudah tertulis di dalam amplop ini, yang namanya kusebut silahkan maju dan ambil amplop ini".
Satu persatu dari kami maju mengambil amplom yang berisi nilai ujian. Dengan hati berdebar aku membuka amplop itu secara perlahan. Amplop itu mulai terbuka, lalu aku keluarkan isinya dan mulai membuak kertasnya. Sebentar aku pejamkan mata berharap nilai yang akan aku lihat adalah yang terbaik. "Bismillahirrahmanirrahim" perlahan aku membuka mataku dan nilai yang tertera pada kertasku adalah A. Ini sulit dipercaya, tapi inilah yang terjadi, alhamdulillah tahun ini aku akan berlebaran di Indonesia.
15 Juli 2013, itulah tanggal keberangkatanku ke tanah air. Malam ini aku berniat menelpon Arina untuk memberitahunya. "Azka, besok kamu pulang ke Indonesia?" tanya paman Idris, teman ayahku yang memiliki kedai ramen ini. "Iya paman, besok aku akan berangkat ke Indonesia" .
"Ya sudah, hati-hati di jalan. Uang saku untukmu selama bekerja di sini sudah paman kirim ke rekeningmu. Salam untuk keluarga di sana ya" ucap paman dengan suaranya yang lembut.
"Baiklah, akan aku sampaikan salam dari paman. Terimakasih atas perhatian paman selama Azka disini ya" aku mengucapkan terimakasih sambil memeluk pria paling baik nomor dua setelah ayahku itu. Waktu menunjukkan pukul 21.00 itu artinya sekitar jam 19.00 waktu Indonesia. Aku mengambil hp ku untuk menelpon Arina.
***
Tuuut..tuuu..tuut..
Terdengar teleponku sudah tersambung ke Arina
"Assalamualaikum.." sapa Arina.
"Waalaikumsalam, Arina tau ngga ini siapa?" tanyaku,
"siapa ya.. nomer ini ngga ada namanya di hp saya"
"hmm,, kalo gitu coba denger ini pasti kamu inget. I just call out my name, and you know wherever I'm. I come running to see you again" aku menyanyikan sebuah lagu yang cukup sering kami nyanyikan.
"Subhanallah, ini Azka? Bener suara Azka kan?" suara Arina terdengar antusias.
"Alhamdulillah kamu masih inget sama aku, kamu lagi dimana rin?",
"Aku lagi di kampus ka, kamu kapan pulang?",
"Di kampus? Inikan udah malem, kamu masih ada kuliah? Belum liburan ya?
"hehe.. aku ngga lagi kuliah ko, hari ini ada acara buka puasa bersama di kampus"
"ooh gitu, aku kira belum libur. Oh iya aku nelpon kamu mau ngasih kabar kalo aku bakal berangkat ke Indonesia besok"
"haah? Kamu mau pulang ke Indonesia besok? Ini serius kan, aku ngga lagi ngelindur kan?"
"nggak rin, kamu ngga ngelindur kok, kamu jemput aku di bandara ya"
"oke, jam berapa kira-kira sampai di bandara?"
"sekitar jam 7 malam rin, minta anterin sama supir aku aja ya"
"iya, sampai ketemu besok ya Azka, hmmm.. udah dulu ya aku mau shalat isya dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam". Kebiasaan Arina tidak berubah, dia selalu menutup telepon duluan padahal aku yang menelponnya. Aku bahagia sekali malam ini, dan sepertinya aku akan sulit untuk tertidur.
***
Matahari 15 Juli 2013 sudah tinggi, mataku masih sedikit mengantuk. Aku baru bisa memejamkan mataku selepas shalat subuh. Tapi entah kenapa aku begitu bersemangat walau sedang mengantuk. Aku memeriksa lagi barang-barang yang akan aku bawa ke Indonesia. Nanti siang paman Idris yang akan mengantarku ke bandara. Setelah kupastikan semuanya lengkap aku sempatkan merapikan kamarku lalu mandi. Pesawatku berangkat jam 14.00 waktu Korea. Perjalanan dari rumhku ke bandara cukup jauh, untuk mengantisipasi aku berangkat pukul 11.00 dari rumah.
Jam 13.00 aku tiba di bandara internasional Incheon. Aku menyempatkan salat dzuhur terlebih dahulu sebelum boarding pass. Pukul 14.00, saatnya aku berangkat. Arina, tunggu aku.
Tujuh jam kemudian aku tiba di Indonesia. Arina pasti sudah menungguku di terminal kedatangan. Sepertinya kali ini aku salah, Arina belum datang menjemputku, sejauh mata memandang aku tidak menangkap sosoknya sama sekali. Sambil berlalu aku menelponnya untuk memastikan keberadaannya, tapi Arina tidak juga menjawab teleponku.
"Azka..!!" seorang gadis memanggil-manggil namaku sambil melambaikan tangan, sosoknya hilang timbul di keramaian, aku mengenali suaranya tapi aku ragu kalau itu dia. Aku berjalan mendekat. Semakin dekat, dia gadis berjilbab dan ternyata gadis itu memang benar dia. Arina.
"Assaamualaikum Azka.."
"Waalaikumsalam" jawabku sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengannya. Di luar dugaan Arina berkata "kita bukan mahrom nggak boleh salaman"  sambil mengatupkan tangannya di depan dada. Betapa empat tahun itu ternyata cukup panjang untuk aku melewati setiap perubahan dalam diri Arina. Kini dia adalah wanita berjilbab, dia terlihat cantik dalam balutan gamis berwarna peach dan abu-abu. Aku terkesiap sesaat sampai Arina memanggil namaku lagi.
"Azka, kamu ngapain bengong sih?" tegur Arina. Aku tersadar lalu tergagap "a..aku..aku.. pangling sama kamu rin, pantes dari tadi aku nyariin nggak ketemu ternyata si itik sudah berubah menjadi seekor angsa."
"Aiishhh!!!! Empat tahun di korea kayaknya bikin kamu ketularan gombal ya, jangan-jangan kebanyakan nonton drama korea" kata Arina sambil mendecakkan lidahnya.
"Arina, kamu sudah buka puasa belum?" tanyaku. "Sudah, tapi baru makan makanan ringan sih, sebelum pulang kita makan dulu yuk!". Aku mengangguk setuju. Kami makan di sebuah restoran dekat bandara. Kita tidak makan berdua, tetapi supir yang mengantar Arina juga ikut bergabung dengn kami karena Arina keberatan jika hanya berduaan denganku. Dia benar-benar berbeda dengan Arina yang dulu.
***
Satu setengah jam kemudian aku tiba di rumah. Seluruh keluarga menyambutku dengan hangat. Orang tua Arina juga terlihat hadir di rumahku. Belum sempat aku duduk,adik-adikku menyerbu meminta oleh-oleh dariku. Dasar anak-anak.
Hari beranjak malam, beberapa anggota keluarga sudah pulang begitu juga dengan Arina dan orang tuanya. Aku juga sudah merasa lelah untuk itu aku segera pergi tidur karena aku harus bangun lagi untuk sahur besok pagi. Paginya setelah sahur dan shalat subuh aku berjalan-jalan sebentar di sekitar rumah. Banyak juga yang berubah, beberapa tetanggaku sudah ada yang pindah dan kini rumahnya dihuni oleh orang baru.
Siang ini aku dan keluargaku akan pergi keluar untuk jalan-jalan rencananya kami akan pergi ke salah satu mall di jakarta. Aku mengajak Arina pergi bersama aku dan keluargaku, tapi ia menolaknya karena ada kepentingan lain. Semalam Arina bercerita padaku kalau sekarang ia adalah salah satu pengurus lembaga dakwah di kampusnya. Sungguh sulit ku percaya Arina yang dulu sibuk memikirkan dirinya sendiri kini sudah berubah.
***
Ramadhan berlalu, itu artinya sudah sebulan lebih aku di Jakarta tapi aku belum juga sempat keluar bersama Arina, beberapa hari yang lalu aku mengajaknya pergi bersama Irsyad dan Andra sahabat kami tapi dia tidak bisa karena harus menghadiri pelatihan dan halal bil halal bersama organisasinya. Arina sangat sibuk sekarang, dia juga jarang sekali mengangkat teleponku.
Hari ini aku berencana main kerumah Arina. Aku kesana dengan motorku yang sudah lama tidak aku gunakan. Sesampainya di sana aku tidak melihat ada orang di rumah Arina, sepi sekali. Tiga kali aku mengucap salam tak juga ada jawaban. Kebetulan ada seorang tetangga yang lewat, aku bertanya padanya kemana Arina dan keluarganya pergi dan aku cukup kaget mendengar jawabannya.
Aku segera menuju ke tempat yang baru saja disebutkan oleh tetangga Arina, Rumah Sakit Kanker. Jantungku berdegup tak beraturan dalam hati aku berdoa semoga bukan Arina atau keluarganya yang sakit, semoga mereka hanya menjenguk kerabat mereka. Aku bertanya pada bagian resepsionis apakah ada pasien bernama Arina Qurratu'ain dan lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh jawaban suster itu.
Dihadapanku sebuah pintu berwarna pucat, tertulis nama Arina disana. Mendadak tubuhku lemas, tapi Arina tidak boleh melihatku seperti ini. Aku memberanikan diri melangkah masuk, mencoba melihat Arina sama dengan yang lainnya.
"Assalamualaikum.. hai rin..". Arina terlihat kaget dengan kedatanganku kesana, wajahnya pucat, dia terlihat semakin kurus. Aku berusaha tetap tersenyum dihadapannya meski itu terasa begitu sakit. "Waalaikumsalam, kamu tahu dari mana aku disini?" tanya Arina. "Tadi aku tanya sama tetangga kamu, katanya kamu disini yaudah aku samperin kamu deh kesini" jawabku sesantai mungkin. "Azka, maafin aku ya" ujar Arina. Aku bingung kenapa dia meminta maaf, "kenapa minta maaf rin?" tanyaku. Tanpa melihat ke arahku Arina menjawab "aku minta maaf, nggak bilang sama kamu kalau aku sakit. Selama ini aku sering bohong sama kamu. Maafin aku ya" Dengan ringannya aku menjawab "santai aja lah rin, yang penting aku udah tau sekarang."
"Sekarang jam satu, kamu udah shalat dzuhur belum az?" tanya Arina. "hmm..belum, kamu nggak apa-apa sendirian disini?" tanyaku. Arina hanya menggeleng dan tersenyum. "oke, aku tinggal sebentar ya" lalu aku keluar ruangan menuju ke mushalla.
"Ya Allah, engkau yang maha memberi kesembuhan sembuhkanlah Arina, angkat penyakitnya, kembalikan ia ke tengah-tengah kami dengan wajah ceria. Dia gadis yang baik ya Allah, berikan pertolonganmu padanya. Aamiin".
Setengah jam kemudian aku kembali ke kamar Arina, ternyata ayah dan bundanya sudah datang. Aku memberi salam pada keduanya. Setelah itu Arina meminta ayah dan bundanya membelikan sesuatu untuknya, tinggalah kami berdua di ruangan itu. Aku melihat Arina sedang menulis sesuatu. "Kamu lagi nulis diary?" tanyaku. "hmm..nggak juga sih, aku lagi iseng aja az. Oiyaa kamu inget tanggal 29 Agustus nanti ada apa?" tanya Airina dengan pandangan menyelidik. "Ya iya laah aku inget, masa aku lupa sama hari spesialnya princess Arina" mendengar jawabanku kami berdua tertawa lepas.
"Azka, aku mau minta kado dari kamu boleh?"
"Ya boleh lah, kamu mau apa? Hmm..gimana kalo ikut aku ke Korea kita liburan bareng disana?" jawabku.
Arina menggeleng, "aku nggak mau itu az, lagian kamu lihat sendiri kan aku udah nggak mungkin pergi jauh-jauh"
"Terus, kamu mau apa dari aku rin?"
"Besok, dateng kesini lagi pagi-pagi ya. Tugas kamu Cuma ikutin instruksi aku. Pokoknya besok itu aku panitianya kamu pesertanya oke!"
"Kita nggak akan kemana-mana kan? Di sini aja acaranya?" tanyaku.
"Aku kan udah bilang aku panitianya, kamu ngga boleh protes semua aku yang nentuin."
"Kalo kamu udah minta, aku bisa apa" aku hanya mengangguk pasrah. Arina tersenyum atas kemenangannya.
Pagi yang cerah tanggal 29 Agustus. Hari ini aku berangkat pagi-pagi menuju rumah sakit sesuai permintaan Arina. Sesampainya di rumah sakit aku langsung menuju kamar tempat Arina dirawat. Â Arina sudah siap ketika aku datang. Hari ini dia terlihat manis dengan gamis berwarna kuning yang lembut. "Kamu udah boleh keluar dari rumah sakit rin?" tanyaku. "Belum, kamu sendiri kan yang bilang kalo aku udah minta, orang lain bisa apa?" ujarnya dengan senyum jahil. "Ayo berangkat" kata Arina lagi.
Kami pergi didampingi oleh mang Karta, supir keluarga Arina. Mobil melaju menuju Jakarta Pusat. Aku kira Arina akan membawaku ke Monas atau ke Kota Tua, tapi ternyata dia membawaku ke Masjid Istiqlal. "Kita udah sampai di tujuan utama, aku mau shalat dhuha disini, kamu juga ya az!". Kami turun dari mobil, dan mulai memasuki masjid. Aku meminta seorang ibu untuk menjaga Arina karena aku tidak mungkin masuk ke area perempuan.
Hampir setengah hari kami habiskan di dalam masjid. Aku benar-benar kagum pada Arina. Selesai shalat dzuhur baru kami meninggalkan masjid. Aku tidak tau kemana lagi Arina membawaku, yang pasti aku senang bisa menemaninya seharian hari ini. Mobil memasuki kawasan Jakarta kota. Ternyata tujuan berikutnya adalah sebuah cafe tempat kami biasa makan es krim. Â Pesanan kami sudah datang tapi belum sempat es krim itu masuk ke mulutku tiba-tiba aku melihat darah segar keluar dari hidung Arina, sejurus kemudian dia tak sadarkan diri.
***
"Arina Kritis, bersiaplah untuk kemungkinan terburuk. Karena sampai saat ini kami belum mendapatkan donor sum-sum tulang belakang yang cocok untuk Arina". Pernyataan dokter barusan seperti petir yang menyambar-nyambar di telingaku. Aku sungguh terkejut, rasanya seperti tak ada tulang yang menyangga tubuhku. Aku merasa bersalah, harusnya aku memaksa Arina untuk tetap di rumah sakit. "Om, tante, maafin Azka ya gara-gara aku Arina kritis".
"Azka, kamu nggak salah nak, siapa sih yang bisa menolak permintaan Arina? Nggak ada, tante juga sudah memohon pada Arina untuk tetap berada di rumah sakit, tapi dia bilang dia mau di saat-saat terakhirnya menghabiskan waktu bersama kamu. Arina bilang dia hanya butuh 24 jam bersamamu untuk menebus rasa rindunya selama empat tahun terakhir ini nak" begitu yang diucapkan bundanya Arina kepadaku. 24 jam bersamaku, aku bahkan baru menemaninya kurang dari dua belas jam hari ini. Arina bangunlah, akan aku tebus 24 jam itu ketika kau bangun.
***
Sudah tiga hari Arina tertidur, matanya tak pernah terpejam selama itu sebelumnya. Ya Allah bangunkan dia sebentar saja, aku ingin melunasi 24 jam yang dia minta. Jika keadaan ini terlalu menyakitkan untuknya berikan dia yang terbaik Ya Allah. Bila kembali kepadamu adalah yang terbaik baginya maka jemputlah dia dengan cara yang indah, tapi jika dia akan kembali pada kami maka angkatlah penyakitnya, bangunkan dia Ya Allah tuhanku yang maha memberi kesembuhan.
"Dokteer...dokteeeer..." aku mendengar tante Vira, bundanya Arina berteriak memanggil dokter, aku yang berada di luar ruangan berlari masuk mencari tahu apa yang terjadi. "Tante, kenapa tante teriak-teriak?" tanyaku dengan cemas. "Ta..tang..tangan Arina bergerak az.. tadi tangannya bergerak" jawab Tante Vira dengan suara gemetar. Tak banyak pikir aku berlari memanggil dokter.
Arina siuman. Allah mendengar doaku. Semua orang menangis di ruangan itu, mereka terlalu bahagia Arina membuka matanya lagi. "Hei, kalian kenapa? Aku tidur lama banget ya? Maaf ya.." ucap Arina lirih. "Sayang, kamu jangan banyak ngomong dulu ya, istirahat aja" kata tante Vira. Arina melihat ke arahku, aku berpaling untuk menyeka air mataku. "ckck apa-apaan ini masa atlet taekwondo nangis, malu sama sabuk az!" suaranya masih lemah, tapi senyumnya membuat aku merasa dia memang sudah membaik.
"Arina, setelah aku hitung-hitung aku masih punya hutang 14 jam untuk nemenin kamu. Jadi kapan aku bisa melunasi 24 jam yang kamu minta?"tanyaku. "Sekarang az, kamu cuma perlu duduk disini nemenin aku". Aku mengangguk setuju, selama menemani Arina akubercerita banyak tentang kehidupanku selama di Korea. Arina terlihat begitu antusias sampai saatnya adzan Maghrib terdengar. Aku menghentikan ceritaku lalu mengambil wudhu. Arina bertayamum di atas tempat tidurnya,kami akan shalat berjamaah.
"assalamualaikum warahmatullaah..." kami sudah selesai shalat. Aku berdoa sejenak meminta kesembuhan bagi Arina. Setelah itu aku menoleh ke arah Arina, tangannya masih bersedekap, wajahnya tersenyum, matanya terpejam. Damai sekali.
***
Gundukan tanah di hadapanku masih basah, bunga-bunga di atasnya pun masih segar. Di dalam sana, berbaring seseorang yang sangat aku sayangi. Seorang sahabat yang begitu luar biasa, seorang gadis manja yang sebelumnya hanya sibuk memikirkan dunia tiba-tiba berubah menjadi wanita solehah yang selalu berjuang demi agamanya. Arina Qurratu'ain akhlakmu seindah namamu. Allah menjemputmu dengan cara yang luar biasa indah. Semoga Allah berkenan memberikanmu tempat terbaik disisi-Nya. Sampai bertemu di surga-Nya sahabat terbaikku.
***THE END***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI