"Aku diikuti kuntilanak sampai di rumah. Mukanya serem. Entah terawa entah menangis, suaranya membuat telingaku sakit. Dia tak mau pergi, nangkring di atas lemariku sampai subuh tadi," kata Iral.
"Rumahku seperti dilempari batu sejak datang sampai subuh tadi. Suaranya gaduh tapi tidak ada penampakan. Mama ketakutan, Papa sedang dinas di luiar kota.. Kami tidak bisa tidur dengar suara-suara aneh itu. Hiiii!" Wajah Bagas tampak begidik ketika menceritakannya.
"Aku gatal-gatal terus. Kepala digaruk, gatalnya pindah ke tangan lalu ke kaki. Sudah dikasih obat gatal gak mempan juga.Sama, aku tidak bisa tidur juga" Wasto menunjukkan lengan dan kakinya yang bentol-bentol merah seperti terkena ulat bulu.
"Itu semua karena kalian memainkan mantra jelangkung!" kata bapaknya Wasto.
Benarkah? Â Berarti hanya aku yang tidak diganggu. Sebentar, semalam aku juga berkali-kali terbangun, seperti ada yang mengguncang tempat tidurku. Tapi aku memilih tak peduli.
"Dimana sekarang boneka jelangkung itu?" Bapaknya Wasto memandangku tajam. Eh, sinis juga.
"Sudah kubuang!" jawabku mantap.
"Dimana?"
"Lupa"
:Waduh, harus dicari ini, Pak. Kalau tidak ketemu anak-anak akan terus diganggu," ucap  Bapaknya Wasto kepada Abah.
Abah menggut-manggut. "Kamu cari sana lalu bawalah kesini," titahnya.