"Bagianku kok banyak?" protesku. Terbayang betapa repotnya membawa sekian banyak minuman itu.
"Iya banyak tapi kan semua sudah ada di rumah, tidak perlu ke pasar. Wasto! Memang kembangnya harus tujuh rupa begitu. Di rumahku ada anggrek, puring, janda bolong, janda kembang, duda keren. Apa gak bisa?" tawar Bagas.
"Ya harus itu. Kembangnya itu melati, mawar merah, mawar putih, kenanga, cempaka, sedap malam, kantil, gak boleh yang lain," jelas Wasto.
"Jelangkungnya itu cewek apa cowok sih? Kok maunya kembang?" tanya Iral.
"Hus jangan sembarangan. Kalau jelangkungnya dengar kita bisa dalam bahaya," kata Wasto.
Waduh! Kita kan cuma mau main-main.
"Besok itu malam Jum'at ya?" Iral bersuara lirih.
"Iya, pas malam bulan purnama. Afdol! Pasti berhasil ini!" ujar Wasto.
"Hari Jumat kita ada ulangan Fisika. Pak Arifin," kata Iral.
Apa? Ulangan fisika? Pak Arifin? Aduh! Fisika itu pelajaran horor. Apalagi gurunya yang seganteng Raffi Ahmad di masa tua itu. Beliau tidak pernah membiarkan siswanya melenggang pergi jika hasil ulangannya tidak memuaskan. Kami akan diajaknya mengulang sampai hasilnya bagus. Horor, kan.
Lagipula aku akan sulit meminta ijin untuk keluar rumah jika besoknya masih harus masuk sekolah. Umik pasti menentang, Abah pun tidak akan memberi ijin.