Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Horor

Jangan Bermain-Main Denganku

18 Januari 2025   11:27 Diperbarui: 18 Januari 2025   11:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ganti hari saja. Sabtu malam Ahad," usulku.

Iral dan Bagas saling berpandangan sedangkan Wasto memelolotiku.

"Deal!" kata Iral dan Bagas serentak.

"Tidak bisa! Harus malam Jum'at!" sergah Wasto.

"Hantu kan tidak kenal hari, To. Baginya semua hari sama saja. Malam Jum'at, malam Sabtu atau malam Ahad sekalipun. Ia hanya hadir di malam hari. Lagipula ia tidak sekolah, tidak mikir ulangan," jelasku.

"Ya betul! jelangkung juga tidak kenal malam Minggu. Kan jomblo," tambah Bagas.

"Tau darimana jelangkung jomblo," Wasto mulai gusar jagoannya dipermainkan.

"Lha dia kan selalu bilang datang tak diundang, pulang tak diantar. Jadi dia bisa datang dan pergi sesuka hati. Coba kalau punya pasangan pasti datangnya dijemput, pulangnya diantar."

** enha **

Di hari yang telah ditentukan, kami bertemu di gedung itu pukul setengah dua belas. Hujan turun sejak awal malam menyisakan gerimis. Bulan sudah beranjak tua, cahayanya tak lagi terang sampai ke bumi. Sorot lampu jalanan hanya sedikit menerangi jalan, cahayanya berpendar lemah terhalang tetesan gerimis. Gedung di depanku tampak makin gelap. Seperti kotak hitam besar dengan bentuk segitiga di atasnya. Beberapa pohon besar di kanan kirinya tampak seperti penjaga hitam ,tinggi, besar dengan kepala berayun-ayun terkena angin.

Wasto yang membawa senter mengarahkan sinarnya dengan acak. Pantulan cahayanya mengenai beberfapa bagian gedung itu. Kadang di tembok, di pintu, di jendela juga di atap. Entah apa maksud Wasto melakukannya. Gedung ini tak berpenghuni. Harusnya ia menggunakan senternya untuk menerangi jalan.  Pantulan cahaya senternya malah membuat bayangan-bayangan aneh di gedung itu. Bulu kudukku meremang. Iral meremas lengan kiriku. Sedangkan bibir Bagus dari tadi tak berhenti 'ndremimil' seperti melantunkan doa yang tidak jelas kedengarannya. Hanya Wasto yang berjalan dengan gagah di depan. Tentu saja, ia kan berteman dengan segala jenis hantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun