Tujuh menit berlalu, Riri muncul dengan memakai kacamata hitam. Dia sedikit berlari ke arah Leo. Melihat penampilan Riri, Leo merasa kebingungan.
"Kok, lo ...,"
"Udah, nanti aja!" Riri memotong pertanyaan Leo yang belum beres. "Ma, Riri berangkat," teriaknya sambil mengajak Leo untuk segera pergi.
Leo langsung menancap gas. Riri memakai helm berwarna coklat pastel pemberian lelaki di depannya.
"Gue tepat waktu, kan?" tanya Riana dengan percaya diri.
"Enggak! Ngaret tiga menit," jawab Leo.
"Ih, cuma tiga menit ini. Lagian rajin banget sih dihitung. Wle!" Riana menjulurkan lidahnya. Leo hanya tersenyum. Ia fokus mengendarai motornya.
Mereka semakin dekat menuju sekolah. Dari kejauhan terlihat gerbang sudah ditutup. Hati Leo berdebar. Ini adalah kali pertamanya dia kesiangan. Sebenarnya Leo termasuk salah satu siswa teladan. Selain disiplin, dia juga cerdas, bahkan beberapa kali memenangkan olimpiade. Tapi, demi Riri, lelaki itu menyembunyikan kegusaran hatinya. Riana juga menyadari hal itu. Karena untuk Leo ini adalah hal yang memalukan. Berbeda dengan dirinya, semenjak sekolah dasar gadis itu sudah biasa mengalami hal seperti ini.
Riana turun dari motor. Dia memanggil pak satpam agar gerbangnya segera dibuka. Leo memperhatikan Riana di motor. Beberapa kali bernegosiasi, Riana gagal. Akhirnya Leo turun, dan menghadap pak satpam.
"Eh, nak Leo," pak Daris tersenyum kepada lelaki itu.
"Iya, Pak. Maaf kami kesiangan, Pak," ucapnya.