"Kak, ada yang mau ayah dan ibu sampaikan," ayah berkata dengan raut wajah yang sangat serius. Mungkin ini adalah momen paling serius di kehidupan ayah.
Aku hanya diam, tidak merespon apa-apa.
Aku mendengar ayah menghela napas sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Ayah dan ibu akan bercerai, ini sudah kami bicarakan matang-matang,"
Aku terdiam, masih berusaha mencerna semua perkataan ayah. Tanpa sadar, air mata mulai mengalir ke pipiku. Tak ada emosi apapun, aku hanya diam sambil menangis.
"Kak, maafkan kami. Ibu juga merasa ini jalan terbaik bagi ibu dan ayah," ibu melanjutkan perkataan ayah.
Rasa sakit itu mulai menjalar ke tenggorokanku. Dengan susah payah, aku menjawab ucapan ibu dengan sebuah pertanyaan.
"Kalau itu jalan terbaik buat ayah dan ibu, apa itu juga jalan terbaik buat aku dan Naura?" Air mataku mengalir makin deras. Terus menetes membasahi bagian atas bajuku.
"Kak, ayah tau kamu sudah mengetahui soal ayah yang di PHK. Semenjak itu, ayah dan ibu jadi banyak bertengkar. Kamu juga bisa dengar sendiri, kan? Dan sekarang kami sadar bahwa kami sudah tidak sejalan. Ayah dan ibu sudah tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ayah tau kamu sudah dewasa, jadi ayah yakin kamu bisa menerima ini semua," ucap ayah panjang lebar.
"Yah, kakak engga mau jadi orang dewasa. Kakak cuma mau ayah dan ibu engga pisah," ucapku dengan susah payah.
"Maafkan ayah dan ibu, Kak," ibu ikut menangis.
"Jahat," aku menoleh ke arah ayah. "Jahat," sekali lagi aku mengucapkan hal itu.