"Mau disuapin?" tanyaku.
Naura mengangguk. Dari yang aku lihat, Naura memang sangat lemas. Badannya panas, berkeringat, dan agak menggigil.
"Dingin?" tanyaku lagi.
"Iya, Kak," akhirnya ada kata yang keluar dari bibir Naura.
Aku berhenti menyuapi Naura dan pergi ke arah kamarku, mengambil selimut tambahan untuknya.
"Kak" panggil adikku.
"Kenapa, dek?"
"Ayah sama ibu kenapa? Kok tadi adek denger ayah marah ke ibu?"
Aku terkejut. Sekeras apa suara ayah sampai terdengar ke kamar Naura?
"Engga, ayah cuma bercanda sama ibu," aku mencoba menenangkan Naura. "Nih makan lagi biar cepet sembuh,"
Naura mengangguk. Setelah itu Naura meminum obat warung yang sudah ibu beli. Aku benar-benar berharap Naura bisa cepat sembuh. Aku tidak tega melihatnya, dan aku juga tidak bisa memaksa ayah untuk membawa Naura ke rumah sakit.
Menurutku ucapan ayah tadi pagi ada benarnya. Pengeluaran ayah dan ibu tahun ini sedang banyak-banyaknya. Sekarang aku hanya bisa berdoa agar obat warung itu bisa membawa kesembuhan pada adikku. Tapi apabila dalam seminggu keadaan Naura tidak ada kemajuan, aku yang akan bicara pada ayah supaya Naura dibawa ke rumah sakit.