"Kalo ayah gimana? Kerjaan ayah baik-baik aja?" entah darimana aku punya keberanian untuk menanyakan hal itu. Padahal aku sudah tau jawabannya, sungguh pertanyaan retoris.
Aku melihat perubahan ekspresi di wajah ayah. Mungkin sedikit terkejut dengan pertanyaan yang tanpa ada aba-aba ini.
"Baik dong. Ayah kan karyawan yang baik, jadi semuanya baik-baik aja,"
Hatiku sedikit sakit saat mendengar jawaban ayah. Sampai kapan ayah mau berbohong? Aku anak ayah, aku juga bagian dari keluarga ini. Bukankah aku juga berhak tau? Apakah semua ayah memang selalu seperti ini? Mengemban seluruh masalahnya seorang diri.
Kemarin-kemarin saja, aku masih melihat ayah berpakain rapi setiap hari. Ayah dan ibu selalu bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi. Padahal aku sudah tau semuanya. Kecuali permasalahan inti mereka, yang membuat mereka bertengkar sebesar ini. Aku berharap suatu saat nanti ayah dan ibu akan jujur padaku.
[Sebulan kemudian]
Aku duduk di bagian pojok kasurku. Pertengkaran ayah dan ibu semakin lama semakin besar. Mereka sudah terang-terangan menunjukkannya kepadaku. Jika sudah melihat itu semua, aku pasti akan pergi ke kamar dan mengunci diri.
Untungnya ayah dan ibu masih memikirkan Naura. Mereka bertengkar hanya saat Naura sedang tidak ada di rumah atau saat Naura tidur. Makin kesini, makin banyak permasalahan yang mereka hadapi. Ibu merasa dirinya benar, begitu juga dengan ayah. Selalu seperti itu, hampir setiap hari.
Aku semakin tidak nyaman berada di rumah. Aku sudah hampir tidak pernah melihat ayah dan ibu mengobrol, kecuali saat mereka bertengkar. Beradu mulut, mencari-cari siapa yang benar.
Hingga suatu hari, ibu menyuruhku ke bawah untuk makan malam. Tapi anehnya, ibu hanya mengajakku, dan membiarkan Naura tidur lebih awal. Aku benar-benar bingung, memangnya ada apa sampai tidak boleh ada Naura?
Kami bertiga duduk di meja makan. Ayah dan ibu saling tatap, lalu bersamaan menatapku.