Mohon tunggu...
Popi Fitriani
Popi Fitriani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 2 - SMAN 1 Padalarang

don't compare urself to other.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dua Jalan yang Berbeda

1 Maret 2022   01:23 Diperbarui: 1 Maret 2022   01:50 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam menunjukan pukul 02:15 dini hari, tapi kedua mataku belum menunjukan rasa kantuk sedikit pun. Aku masih setia bergelut dengan sebuah buku, membolak-balik setiap lembaran yang sudah lecek karena terlalu sering dibaca. Mataku fokus pada kalimat-kalimat di buku itu, tapi pikiranku melayang entah kemana.

Aku masih ingat jelas kejadian tadi malam. Aku mendengar suara ayah sedang mengobrol dengan ibu. Tapi anehnya, nada suara ayah lebih tinggi dari biasanya. Aku tidak pernah mendengar ayah bicara dengan suara sekeras itu.

Ada apa? Apakah ayah dan ibu bertengkar? Tapi kenapa? Seingatku hubungan ayah dan ibu sangat baik, bahkan aku sampai lupa kapan terakhir kali ayah dan ibu bertengkar. Sekalipun bertengkar, mereka tidak pernah seserius itu. Ayah pasti selalu membumbui pertengkaran mereka dengan candaan kecil yang akhirnya bisa membuat ibu luluh. Berbeda dengan tadi malam.

Mungkin sudah 2 jam lebih aku memikirkan hal ini. Buku yang kupegang ini hanya sebuah pengalihan. Aku kira dengan membaca buku, pikiranku akan lebih tenang dan lupa akan hal tadi. Tapi ternyata salah, aku malah makin terjerumus pada pikiranku sendiri.

Keesokannya, aku kembali bersiap-siap untuk sekolah seperti biasa. Aku sedikit takut keluar kamar untuk menyapa ayah dan ibu. Aku benci suasana canggung. Tapi karena akan berangkat sekolah, mau tidak mau aku harus berpamitan kepada mereka.

Aku keluar kamar, melihat ibu yang sedang memasak dan ayah yang duduk di meja makan dengan pakaian rapi karena akan pergi bekerja.

"Eh, anak ayah udah bangun?" tanya ayah dengan wajah penuh senyum.

Selesai ayah bertanya, ibu langsung menolah ke arahku dan menatapku dengan tatapan hangat. Aku bingung. Ini masih sama seperti hari biasanya. Apa kemarin malam aku salah dengar?

Aku membuyarkan lamunanku. "Udah dong, Yah," jawabku dengan ceria. 

Sepertinya tadi malam aku terlalu berlebihan. Aku tersenyum lega melihat ayah dan ibu masih baik-baik saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun