"Sekarang, Kia! Lihat tuh si Airani. Tiru lah dia. Bawa buku pelajaran ke mana-mana. Lah kamu? Bukannya bawa buku pelajaran, kamu malah bawa novel ke mana-mana. Kapan belajarnya? Katanya mau juara. Katanya mau masuk SMA favorit. Buat bangga Ibu sama Ayah. Jangan jadi beban mulu.
"Airani tuh ditiru, orang tuanya gak ada di rumah. Pada kerja di luar negeri, tapi dia tetap belajar. Tetap juara. Nih kamu, Ibu ada di rumah 24 jam. Pelajaran mana kamu gak paham, bisa tanyain ke Ibu. Nih nggak, baca novel mulu, trus main hp. Kayak nggak ada kerjaan aja," ceramah ibu panjang lebar.
"Kalau nggak belajar, bantuin Ibu cuci piring, lipat kain, jemur baju. Banyak kerjaan lain. Nggak duduk-duduk manis kayak gini orang mau. Kalau pemalas, nggak ada mau sama Kia ke mana mau dicari? Udah malas belajar, malas pula gerak. Nggak akan ada orang mau sama Kia."
Tuh, kan? Pembahasannya menjalar ke mana-mana.
"Iya, Bu. Nanti malam Kia janji belajar."
"Jangan bohong kamu."
"Iya," aku menjawab malas.
Ibu keluar dan menutup pintu. Aku bernafas lega. Setelah di rasa kembali tenang, aku melanjutkan membaca novel. Tanggung, dikit lagi tamat.
Karena asiknya baca novel, tidak terasa hari telah berganti malam. Ibu meneriakiku dari luar.
"Kia! Udah jam berapa ini? Katanya mau belajar!"
"Iya, Bu! Dikit lagi selesai!"