“Ah, pantas aja. Ada yang retak di beberapa bagian.” Bisiknya.
Tapi Ihsan tak tahu cara memperbaiki. Dia bingung. Ihsan berpikir sejenak. Hingga kemudian dia teringat kepada Mbah Khojin seorang tetua di desanya.
“Ah, sepertinya aku harus kembali ke desa. Menemui Mbah Khojin untuk memperbaiki topeng ini.” Bisiknya dalam hati.
***
Sementara Mbah Khojin yang sudah merasa akan mendapat tamu, segera menjamu tamunya dengan segelas teh hangat. Ihsan memulai pembicaraan tanpa mengucap salam.
“Nih, Mbah, topengnya kubawa. Sekalian kalau mau benerin.” Setelah curhat agak lama akhirnya Ihsan memberikan topeng yang ditentengnya di tangan kanannya. Mbah Khojin nggak langsung menjawab. Beliau tersenyum sebentar dan menghela nafas panjang.
“Mbah juga nggak bisa benerin topeng kamu, San!”
“Hah?! Yang bener, mbah? Trus aku harus gimana? Masa’ hidupku mau kacau kayak gini terus? Ayo dong Mbah, tolong Mbah. Ihsan butuh banget sama tuh topeng. Ihsan pengen hidup bahagia kayak dulu lagi. Tenang, nggak dikejar-kejar waktu.” Ihsan merengek seperti anak kecil.
“Kalau kamu mau memperbaiki topengmu, San, datanglah ke pemilik topeng yang sebenarnya.”
“Siapa, Mbah? Tolong kasih tahu tempatnya, Mbah. Berapapun akan aku bayar!”
“Gusti Allah, San! Kembalilah kepadanya secara penuh. Tinggalkan duniamu, semuanya!”