Ini semua demi keponakan barunya. Dea bisa saja tidak datang saat Lusi menikah. tetapi semalam, saat gadis itu mendengar teriakan Lusi yang kesakitan karena akan melahirkan, Dea tidak mampu lagi menahan kekhawatiran. Dan segera memesan tiket untuk pulang ke negaranya.
“Kamu kenapa enggak bilang kalau mau ke sini De?” Ucap Roni, suami Lusi.
“Aku cuma mau bertemu sama Lusi dan bayinya. Aku ingin pastiin kalau mereka baik-baik saja.” Ungkap Dea sambil mencium bayi mungil dalam gendongannya.
“Sudah jadi Bos sekarang Ron, dianya sibuk mulu. Jadi kamu cuma mau bertemu Lusi, aku nggak?” Seru Loli yang dari semalam juga ikut menunggu proses persalinan Lusi.
“Enggak..”, jawab Dea kemudian membuat ketiganya tertawa.
Ketiga sahabat itu memang jauh, tetapi hati mereka tetap satu. Mereka mampu membuktikan jika jarak tidak akan membuat persahabatan mereka putus, bahkan mereka merasa lebih dekat.
“Selamat pagi, dokter akan melakukan pemeriksaan.” Ucap seorang perawat yang baru saja masuk ke ruang perawatan Lusi. Diikuti dokter di belakangnya.
Betapa terkejutnya Dea saat tahu bahwa dokter tersebut adalah Ibram. Dea berusaha bersembunyi di belakang Loli agar Ibram tidak melihatnya. Meski tidak bisa dipungkiri jika Dea sangat bahagia. Rasa rindu yang selama ini dia pendam seorang diri, kini terbayar lunas. Wajah laki-laki itu masih sama seperti dahulu. Masih sangat tampan, bahkan semakin tampan.
Dea terus memperhatikan Ibram dari balik tubuh Loli. Gadis itu tidak menyangka akan bertemu Ibram di saat seperti ini. Ibram adalah dokternya Lusi. Mengapa Lusi tidak pernah bilang?
“Dea apa kabar?”
Degg, jantung Dea seperti berhenti berdetak saat Ibram menyapanya. “Beb, beb, baik Kak Ibram.” Jawabnya terbata. Ternyata Ibram tahu jika dirinya sembunyi di belakang Loli. Kedua sahabatnya itu bersama dengan Roni hanya bisa tertawa kecil menyaksikan kegugupan Dea.