"Terimakasih Mas Yusuf." Ucapku. Bersamaan dengan ini hatiku menjadi sangat tenang. Rasa sedih yang mengganjal sedari tadi hilang seketika.
*****
Tiga tahun berlalu. Aku kini telah menjadi Tari yang lebih ceria. Menjadi Tari yang meskipun tidak bisa melupakan mantan kekasihnya, tapi masih mampu membuka diri dan melakukan banyak hal positif. Karirku semakin mencuat, beberapa promosi dari perusahaan ku dapatkan dengan mudah.
Ibuku juga sangat bangga saat aku berhasil merenovasi rumah peninggalan Ayah menjadi lebih bagus. Apalagi saat Beliau ku bawa jalan-jalan naik mobil mewah milikku dan menginap di apartemen mewah yang kini menjadi tempat tinggalku.
Ahh, ini semua karena Mas Yusuf. Kalimat yang dia ucapkan, yang sampai sekarang masih ku ingat dan menjadi petunjuk setiap langkahku. "Memang sulit untuk melupakan seseorang, yang mudah adalah membuka hati dan fikiran kita lalu melakukan hal yang lebih baik."
Mas Yusuf benar, kami memang tidak berjodoh tapi kami bisa menjadi teman baik. Seminggu lalu aku menghadiri pernikahan Mas Yusuf bersama Ibu. Kami sangat bahagia bersama. Mas Yusuf mendapatkan istri perempuan sholihah yang cantik, sangat serasi dengannya.
"Tar, gue bosen banget ni. Abis ini temenin gue jalan-jalan yuk ke taman." Ajak Sila saat aku tengah berkutat dengan layar laptop di depanku. Aku hanya meliriknya tanpa ingin memberikan jawaban setuju, karena keinginannya tidak pernah bisa ku tolak. Sila dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah. "Siapa tahu ada Pangeran jatuh dari surga terus liatin gue dan jatuh cinta sama gue." Sila mulai menghalu.
"Gedebuuukkk.. pasti gitu suaranya pas abis jatoh dari surga. Ya moga aja tuh Pangeran enggak gegar otak." Ucapku sambil tertawa yang pastinya membuat Sila cemberut.
"Tau deh.. udah buruan gue tungguin elo di mobil." Kata Sila kemudian keluar dari ruanganku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya sambil merapikan meja kerjaku sebelum ku tinggal.
Sesampainya di taman, Sila segera berlari menuju Mamang penjual cilok dan batagor. Sementara aku ditinggal sendiri. "Oo ternyata Pangerannya Mamang Cilok." Batinku sambil tertawa sendiri menyaksikan bagaimana semangatnya Sila saat berlari menghampiri Pangerannya. Aku berjalan menuju kursi taman sambil menikmati udara segar taman yang sangat hijau ini.
Namun langkahku terhenti saat sebuah bola menantuk kakiku. Kuambil bola kecil yang berhenti di depanku. Aku menoleh ke kanan ke kiri mencari siapa pemiliki bola kecil ini.