"Bagaimana jika Tari tidak cocok Bu? Bagaimana jika Tari tidak bisa membuka hati?" Pertanyaanku membuat Ibu terdiam. Sedikit banyak Ibu tahu bagaimana kisahku dengan Rendi. Ibu juga telah mengenal Rendi dengan baik.
"Ini semua hidupmu Tari. Ibu tidak bisa memaksakan hidupmu. Jalani seperti apa yang kau inginkan. Ibu selalu mendukungmu." Ucap Ibu sambil tersenyum. Kupeluk Ibuku yang sangat kusayangi ini. Dia bukan hanya Ibu bagiku, tapi juga sahabat yang selalu mengerti aku.
Waktu dan tempat yang ditentukan tiba. Hari ini aku bertemu Yusuf. Tidak seperti yang ku kira, ternyata Yusuf lebih baik dari dugaanku. Laki-laki ini terlihat sangat sholeh, wajahnya tampan, kulit putih, dan kata Ibu dia memiliki pekerjaan yang cukup mapan di kota.
Tapi entah mengapa, aku merasa tidak nyaman bersamanya. Seperti ada yang mengganjal di dadaku. Entah apa itu, seperti sebuah rasa sedih yang membuat hatiku terasa sakit. Dan lebih membuatku tidak nyaman adalah, saat ini bayangan Rendi selalu menghantuiku. Aku akui wajah Rendi memang tidak pernah lepas dari bayangan mataku, tapi untuk kali ini bayangan wajah Rendi sangat mengganggu.
"Kamu tidak menyukaiku?" Tanya Yusuf tiba-tiba.
Pertanyaan apa itu, kenapa dia menanyakan hal itu kepadaku? Apa ada yang salah denganku? Atau apa dia bisa membaca bahasa tubuhku? Mungkinkah dia bisa merasakan ketidaknyamananku?
Aku terdiam dan menunduk. Entah jawaban apa yang harus mulutku keluarkan. Apakah aku harus jujur atau...Â
"Tenanglah! Tidak ada yang memaksa kita untuk berhubungan serius. Jika kau tidak menginginkannya, tidak masalah. Setidaknya temanku bertambah satu." Imbuh Yusuf, kali ini aku mulai berani mengangkat kepalaku dan memasang senyum di wajah.
"Tari, sedikit banyak Ibumu menceritakan beberapa hal tentangmu. Aku sangat menghargainya. Mungkin kita tidak berjodoh." Ucap Yusuf kembali, senyum di wajahnya menandakan jika laki-laki ini tidak memendam sakit hati atau apapun kepadaku.
"Mas Yusuf maafkan aku. Aku merasa sangat buruk. Mas Yusuf pasti sangat..."
"Hei, kenapa kamu berkata seperti itu? Tidak masalah, kita bisa berteman baik dan bersaudara. Bukan begitu?" Kata Yusuf membuatku mengangguk dan tersenyum lebar.