Mohon tunggu...
novilia permatasari
novilia permatasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru swasta di sebuah Madrasah Aliyah di kota saya. Saya juga seorang Ibu yang memiliki hobi menulis, terutama novel fiksi dan juga cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Kisah

16 Mei 2023   09:54 Diperbarui: 16 Mei 2023   10:02 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Beneran Sil?"

"Beneran, ngapain gue bohongin elu. Mending elu buru-buru kirim lamaran kerja ke sana, nanti gue bantu ngomong ke Bokap gue kalau elu mau."

"Ahh tapi Sil, gue kayaknya masih belum siap."

"Apalagi? Rendi lagi? Elo masih belum siap kerja karena kepikiran dia?" Tanya Sila yang kujawab dengan anggukan kepala.

"Elo lihat foto itu." Sila menunjukkan foto Ibuku yang kupajang di dinding. "Gue udah enggak punya Ibu Tar. Tapi gue bisa merasakan harapan nyokap elo ke elo itu besar banget. Plis jangan kecewain Ibu, gue enggak bakal sanggup liat betapa kecewanya nyokap elo saat tahu elo kayak gini demi Rendi. Plis." Sila mengatakan hal itu dengan sendu.

Ku lihat wajah Sila, Sila benar. Setiap bulan Ibu mengirimiku uang untuk hidup di kota ini dengan harapan aku mendapatkan pekerjaan yang bagus di sini. Tapi apa yang kulakukan?

Kuhapus air mataku yang tiba-tiba menetes. "Ok gue coba, makasih banyak ya Sil." Kupeluk sahabatku yang sudah seperti saudaraku sendiri tersebut.

"Gitu dong." Jawab Sila yang juga menghapus air matanya yang mungkin juga tak sengaja menetes.

Ya, inilah aku. Tari Safitri. Gadis 22 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya di sebuah universitas ternama di Jakarta dengan predikat lulusan terbaik. Seperti orang-orang pada umumnya, aku memilih untuk tetap tinggal di kota ini untuk mencari pekerjaan yang bagus.

Pilihan ini tentunya atas saran dari Ibuku yang menginginkan putrinya menjadi gadis mandiri dan bisa membuatnya bangga. Itulah mengapa, sampai tiga bulan setelah aku wisuda Ibuku masih saja mengirim uang untuk kehidupanku di sini. Beliau benar-benar berharap aku mendapatkan pekerjaan bagus.

Tapi tidak denganku, tiga bulan setelah wisuda aku hidup namun mati. Aku sama sekali tidak memiliki gairah untuk mencari pekerjaan atau apapun itu. Hari-hari kuhabiskan dengan melamun dan yang seperti yang Sila bilang, menyiksa diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun