Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gadis Barista (Bagian 2 - 3)

27 Desember 2023   09:00 Diperbarui: 27 Desember 2023   09:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sangat menghindari alarm yang diaktifkan setiap hari di jam yang sama. Karena aku pernah sangat terganggu di saat harusnya aku bisa bangun lebih siang, tapi malah terbangun lebih pagi gara-gara alarm harian yang bodoh itu. Jadi lebih baik kalau aku tidak menyetelnya otomatis.

Tidurku semalam sangat nyenyak, sekarang sudah waktunya memulai hari lagi. Aku menyiapkan minuman hangat dan sarapan sendiri. Setidaknya aku tidak keluar rumah dengan perut yang masih sangat kosong. Ku tuangkan air panas dari dalam termos ke gelas mug yang telah ku siapkan dengan sekantung teh celup di dalamnya. Ku naik turunkan kantung teh celup itu dengan seutas talinya, hingga warna airnya kecoklatan. Lalu ku angkat keluar kantung teh celup itu sebelum airnya jadi terlalu pahit.

Tidak lupa satu sendok makan gula ku masukkan. Ya, hanya satu sendok. Aku tidak suka yang manis-manis. Dari dapur aku membopong gelas mug berisi teh manis itu ke atas meja makan. Aku menjatuhkan diriku di kursi, ku ambil dua lembar roti tawar dan ku oleskan selai kacang di salah satu sisinya, dan ku tutup olesan selai itu dengan roti yang satunya. Aku segera melahapnya penuh semangat.

Pada lahapan roti ku yang kedua, terlihat Mama keluar dari kamar dengan mengenakan daster abu-abu kesayangannya serta rambut ngebobnya yang telah rapi disisirnya. Beliau menghampiriku. Tiba-tiba tangan kanannya mengusap-usap lembut kepalaku seraya sorotan matanya menatapku dengan fokus.

“Bayi Mama sudah gede, sudah bisa urus sarapan sendiri.”

“Ini kan cuma teh sama roti Ma. Anak SD juga bisa bikin.”

Mama malah tertawa geleng-geleng kepala, bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke dapur. Aku juga meninggalkan meja makan menuju kamar dan mempersiapkan pakaian yang akan ku kenakan sehabis mandi.

Sudah pukul enam kurang sepuluh menit, waktunya berangkat. Mama melepas kepergianku di teras. Dan papa, sedang membanjiri pekarangan rumah kami dengan mencuci motor maticnya pagi-pagi begini. Aku berjalan dengan langkah sedikit cepat. Baru saja aku menyadari bahwa ini adalah hari Senin. Sebetulnya aku kurang suka kebagian shift pagi di hari Senin begini, jalanan biasanya relatif lebih padat sejak pagi.

Hmm.. aku tidak kebagian tempat duduk di dalam bus. Aku harus berdiri sepanjang perjalanan. Mestinya aku hanya membayar setengah tarif. Tapi apa daya, dari pada dicium kernetnya, lebih baik aku bayar sewajarnya sesuai tarif. Akhirnya sampai juga, aku tidak perlu repot menyeberang pagi ini. Karena jalan raya di depan ruko kedai kami, sedang padat oleh antrian kendaraan yang berjalan tersendat-sendat. Aku bisa dengan mudah menyeberang dengan melangkah di antara sela-sela mobil satu dengan lainnya. Dan berhati-hati kalau tiba-tiba ada motor yang muncul dari arah kanan.

Sebaliknya di jalur yang satu, arah balik terasa cukup lengang. Aku langsung ngibrit ketika beberapa motor dan mobil tampak melaju masih cukup jauh dari tempat ku menyeberang. Ketika sampai di pintu samping kedai, tampak Mutia dan Eka yang sedang berdiri di depan pintu. Mutia sedang berusaha membuka kuncinya, sedangkan Eka malah tersenyum cengar-cengir begitu padaku. Ah.. Pasti maksudnya dia sedang meledekku dengan Henry.

Mutia telah berhasil membuka pintu samping dan membukanya cukup lebar untuk kami. Setelah kami bertiga masuk, pintu itu ditutup kembali. Eka melangkah menuju pintu masuk kedai dari arah dalam. Dia membuka kuncinya dan membukanya lebar-lebar agar udara pagi bebas keluar masuk kedai. Kami juga tidak langsung menyalakan AC. Papan stainless bertuliskan open closed juga masih berada di posisi closed.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun